News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sri Lanka Bangkrut

Jatuhnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa karena Kesalahan Fatal yang Jadi Awal Kebangkrutan

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa (kiri) dan massa ketika menduduki kompleks parlemen (kanan). Menilik sebab jatuhnya Gotabaya hingga akhirnya kabur di tengah krisis ekonomi.

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, kabur di tengah protes massal buntut krisis ekonomi negaranya.

Gotabaya dilaporkan tiba di Maladewa pada Rabu (13/7/2022) bersama istri dan dua pengawalnya menggunakan jet militer.

Sebelum meninggalkan Sri Lanka, Gotabaya adalah yang terakhir dari enam anggota keluarga paling berpengaruh yang masih memegang kekuasaan.

Diketahui, kaburnya Gotabaya terjadi empat hari setelah kerumunan besar masuk ke kediaman resmi dan menduduki kantornya di tepi pantai.

Gotabaya pun mengumumkan ia akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden pada 13 Juli 2022.

Namun, ia justru kabur tanpa menyerahkan surat pengunduran dirinya.

Baca juga: PROFIL Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka yang Kabur, Berasal dari Keluarga Paling Berkuasa

Dikutip dari ABC News, berikut ini kilas balik kebangkitan hingga kejatuhan Gotabaya Rajapaksa:

Masalah keluarga

Selama beberapa dekade, keluarga Rajapaksa telah mendominasi politik lokal di pedesaan selatan distrik mereka, sebelum Mahinda Rajapaksa terpilih sebagai presiden pada 2005.

Sukses menarik sentimen nasionalis mayoritas Buddha-Sinhala, Mahinda berhasil memulihkan Sri Lanka dari konflik pemberontakan Tamil pada 2009, mengakhiri perang saudara yang sudah berlangsung selama 26 tahun.

Usainya konflik tersebut tak lepas dari peran Gotabaya, yang merupakan pejabat dan ahli strategi militer kuat di Kementerian Pertahanan kala itu.

Mahinda tetap menjabat hingga 2015 sampai akhirnya ia kalah dari oposisi yang dipimpin mantan ajudannya.

Tetapi, keluarga Rajapaksa kembali bangkit pada 2019, saat Gotabaya memenangkan pemilihan presiden dengan berjanji untuk memulihkan keamanan dan stabilitas ekonomi.

Ia bersumpah mengembalikan nasionalisme yang kuat yang telah membuat keluarganya populer di kalangan mayoritas Buddhis.

Namun sebaliknya, ia membuat serangkaian kesalahan fatal yang menjadi awal krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: 2 Negara ASEAN yang Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka

Pemotongan pajak yang berujung memangkas dana pemerintah

Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa. (menafn.com)

Saat pariwisata anjlok setelah insiden pemboman dan pinjaman luar negeri untuk proyek pembangunan kontroversial - termasuk pelabuhan dan bandara di wilayah asal Gotabaya - harus dilunasi, Gotabaya tidak mendengarkan penasihat ekonomi.

Ia justru mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka.

Pemotongan pajak itu dimaksudkan untuk memacu pengeluaran, namun para kritikus memperingatkan kebijakan itu bisa memangkas keuangan pemerintah.

Kebijakan lockdown akibat pandemi dan larangan terhadap pupuk kimia, semakin membuat ekonomi Sri Lanka terpuruk.

Negara segera kehabisan uang dan tidak bisa membayar utangnya.

Kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan memicu kemarahan publik atas apa yang dianggap banyak orang sebagai salah urus, korupsi, dan nepotisme.

Akhir pun dimulai

Perpecahan keluarga dimulai pada April 2022, saat protes massa memaksa tiga anggota keluarga Rajapaksa, termasuk Menteri Keuangan, mundur dari jabatan mereka.

Di bulan Mei 2022, pendukung pemerintah menyerang pengunjuk rasa dalam gelombang kekerasan yang menewaskan sembilan orang.

Baca juga: Sri Lanka Bangkrut Akibat Krisis Ekonomi, Indonesia Bagaimana? Ini Kata Menkeu

Kemarahan para pengunjuk rasa pun berbalik melawan Mahinda Rajapaksa, yang dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.

Tapi, Gotabaya menolak untuk pergi, memicu teriakan di jalan-jalan yang mengatakan "Gota Pulang!"

Sebaliknya, Gotabaya melihat sosok penyelamat pada Ranil Wickremesinghe, seorang politisi oposisi berpengalaman yang ia bawa untuk membawa negara keluar dari jurang maut.

Namun, pada akhirnya, Wickremesinghe tidak memiliki kekuatan politik dan dukungan publik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan krisis ekonomi.

Sri Lanka Umumkan Keadaan Darurat

Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menuntut pengunduran diri Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa di Kolombo pada 9 Juli 2022. - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa yang terkepung melarikan diri dari kediaman resminya di Kolombo, sumber utama pertahanan mengatakan kepada AFP, sebelum pengunjuk rasa berkumpul untuk menuntut pengunduran dirinya menyerbu kompleks. (Photo by AFP) (AFP/-)

Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, telah mengumumkan keadaan darurat setelah Gotabaya Rajapaksa kabur ke Maladewa pada Rabu (13/7/2022), hingga menyebabkan lebih banyak protes di tengan ekonomi.

"Perdana Menteri sebagai penjabat presiden telah mengumumkan keadaan darurat (di seluruh negeri) dan memberlakukan jam malam di provinsi barat," ujar sekretaris media Wickremesinghe, Dinouk Colombage, mengatakan kepada Reuters.

Menyusul pengumuman itu, jam malam mulai berlaku segera.

Diketahui, Gotabaya belum menyerahkan surat pengunduran diri hingga saat keberangkatannya pada Rabu pagi.

Dilansir The Guardian, para pengunjuk rasa, aktivis, dan pengacara telah meminta Gotabaya untuk diadili, bersama berbagai anggota keluarganya, atas dugaan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Baca juga: Daftar 9 Negara yang Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka akibat Krisis Ekonomi

Namun, saat masih menjabat presiden, Gotabaya kebal dari hukum.

Diyakini, Gotabaya tidak akan secara resmi mengundurkan diri sampai ia mencapai tujuan terakhirnya di Uni Emirat Arab, yang telah lama menjadi surga bagi para pemimpin yang dipermalukan.

Pelarian Gotabaya ke Maladewa mengikuti 24 jam dramatis di mana ia tidak berhasil mencoba berbagai cara untuk meninggalkan negara Sri Lanka.

Ia dilarang naik penerbangan komersial ke Dubai pada Senin (11/7/2022) malam, setelah staf bandara menolak untuk mencap paspornya di area VIP bandara.

India juga menolak memberikan izin untuk bandara militer yang mengangkutnya untuk mendarat di negaranya.

Adik presiden, Basil Rajapaksa, yang menjabat sebagai menteri keuangan, juga dilarang naik pesawat ke Dubai dalam perjalanan ke AS di mana ia memiliki warga negara ganda.

Basil juga dilaporkan telah meninggalkan negara itu pada Selasa (12/7/2022) malam.

Gotabaya telah menolak seruan pengunduran dirinya selama berbulan-bulan, karena Sri Lanka tenggelam lebih dalam ke dalam krisis keuangan di mana ia secara luas disalahkan.

Ia dan lima anggota keluarga yang memegang jabatan senior pemerintah dituduh melakukan korupsi yang meluas dan salah urus ekonomi hingga membuat negara itu bangkrut.

Menurut PBB, pulau berpenduduk 22 juta orang itu menghadapi krisis kemanusiaan.

Gotabaya pada akhir pekan, secara terpaksa mengumumkan niatnya untuk mundur dari kekuasaan minggu ini, setelah ratusan ribu pengunjuk rasa memenuhi kota Kolombo dan menyerbu ke istana dan kantor presiden, serta kediaman resmi perdana menteri Ranil Wickremesinghe.

Mereka telah menduduki gedung sejak itu, menolak untuk pergi sampai Gotabaya dan Wickremesinghe turun.

Menurut konstitusi, jika Gotabaya mundur pada hari Rabu, maka Wickremesinghe secara otomatis akan menggantikannya.

Ini akan sangat tidak populer di kalangan pengunjuk rasa anti-pemerintah, yang percaya bahwa Wickremesinghe - yang mengambil alih sebagai perdana menteri sementara dua bulan lalu - bertanggung jawab untuk menopang rezim Rajapaksa.

Wickremesinghe telah setuju untuk mundur ketika pemerintah persatuan semua partai terbentuk.

Partai-partai oposisi mengatakan pemerintah persatuan pada prinsipnya telah disepakati, meskipun tidak jelas siapa perdana menteri yang baru.

Jika pengunduran diri Gotabaya berjalan sesuai rencana, parlemen akan bersidang kembali pada 15 Juli dan anggota parlemen akan memberikan suara pada 20 Juli untuk memutuskan presiden baru.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini