News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sri Lanka Bangkrut

Seberapa Buruk Kondisi Sri Lanka saat Ini? Tak Mampu Bayar Utang hingga Presiden Kabur

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Personel tentara (tidak terlihat) menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran selama protes anti-pemerintah di luar kantor perdana menteri Sri Lanka di Kolombo pada 13 Juli 2022.

TRIBUNNEWS.COM - Situasi Sri Lanka semakin memburuk di tengah krisis ekonomi, lalu diikuti kaburnya Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Gotabaya Rajapaksa pada Rabu (13/7/2022), terbang menggunakan jet militer bersama istri dan dua pengawalnya tanpa memberikan surat pengunduran diri.

Lantas, seberapa buruk kondisi di Sri Lanka saat ini?

Dikutip dari NPR, pemerintah Sri Lanka berutang 51 miliar dolar AS dan tidak dapat membayar bunga atas pinjaman, terlebih tagihannya.

Pariwisata yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, kini tersendat akibat pandemi dan kekhawatiran tentang keamanan setelah serangan teror pada 2019.

Mata uang Sri Lanka pun telah jatuh 80 persen, membuat impor lebih mahal dan memperburuk inflasi yang sudah tidak terkendali, dengan harga makanan naik 57 persen, menurut data resmi.

Baca juga: PROFIL Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka yang Kabur, Berasal dari Keluarga Paling Berkuasa

Kementerian Keuangan Sri Lanka mengatakan negaranya hanya memiliki cadangan devisa yang bisa digunakan sebesar 25 juta dolar AS.

Padahal, untuk bertahan selama enam bulan mendatang membutuhkan enam miliar dolar AS.

Hasilnya, saat ini Sri Lanka di ambang kebangkrutan, dengan hampir tidak ada yang untuk mengimpor bensin, susu, gas untuk memasak, obat-obatan, bahkan kertas toilet.

Para ekonom mengatakan krisis ekonomi disebabkan karena faktor domestik, seperti salah urus selama bertahun-tahun dan korupsi.

Sebagian besar kemarahan publik tertuju pada Gotabaya dan saudaranya, mantan Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa.

Krisis ekonomi yang terjadi ini, menurut Program Pangan Dunia PBB, membuat sembilan dari 10 keluarga melewatkan makan atau sangat berhemat, sementara tiga juta menerima bantuan kemanusiaan darurat.

Perang Ukraina-Rusia turut memperbutuk harga makanan dan minyak lebih tinggi.

Saat ini, semakin banyak orang Sri Lanka mencari paspor untuk pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini