TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Seorang pria Inggris, yang bergabung ke Resimen Neo-Nazi 'Azov' di Mariupol, meminta bantuan London.
Rekaman permintaannya itu muncul di video yang diterbitkan jurnalis Rusia selama akhir pekan. Diidentifikasi sebagai John Harding, pria itu mengatakan dia akan “menghadapi hukuman mati.”
“Saya akan mengatakan kepada (Perdana Menteri Inggris) Boris Johnson, jika Anda dapat membantu, jika Anda dapat mempengaruhi Presiden (Ukraina) Zelensky, jika Anda dapat mempengaruhi presiden Republik Rakyat Donetsk (DPR), atau jika Anda dapat mempengaruhi (Rusia) Presiden (Vladimir) Putin, maka tolong lakukan,” kata Harding.
Klip itu diposting oleh seorang koresponden dengan penyiar Channel One Moskow, Marina Kim, di saluran Telegram-nya.
“Kehidupan orang tergantung pada ini. Jadi, jika Anda bisa, tolong, bantu,” tambah Harding di rekaman video itu seperti dikutip Russia Today, Selasa (19/7/2022).
Baca juga: Tentara Bayaran Asal Inggris Meninggal Dalam Tahanan, Sakit dan Stres Negaranya Tak Peduli
Baca juga: Tiga Tentara Bayaran Inggris dan Maroko Ini Segera Dieksekusi Jika Bandingnya Ditolak
Baca juga: Intel dan Tentara Bayaran Asing Berkeliaran di Moldova dan Transnistria
“Jika tidak, saya menghadapi hukuman mati. Teman-teman saya menghadapi hukuman mati,” lanjutnya.
Teman dan keluarga Harding di Inggris mengkonfirmasi kepada BBC, benar di rekaman video itu kerabatnya. Kantor Luar Negeri Inggris mengatakan kepada media Inggris ereka "prihatin" dengan penahanannya.
Beberapa media besar Inggris seperti BBC dan Guardian mengidentifikasi Harding hanya sebagai seorang pria "berusia 50-an dan berasal dari Sunderland," Inggris utara.
Beberapa laporan media lain – baik di outlet berita Rusia dan berbahasa Inggris – menunjukkan dia seorang veteran Perang Falklands berusia 59 tahun, yang juga memerangi Negara Islam (IS, mantan ISIS) di Suriah bersama dengan Kurdi.
Pria itu dikatakan telah bergabung ke Resimen 'Azov' Ukraina sejak 2018. Dia dilaporkan ditangkap pada Mei ketika para petempur 'Azov' menyerah bersama pasukan Ukraina lainnya di kota Mariupol.
Kim menyebutnya sebagai "tentara bayaran Inggris" dalam posting Telegramnya saat dia mengonfirmasi dia "selangkah lagi" dari hukumannya dan kemungkinan hukuman mati.
Otoritas Republik Rakyat Donetsk sejauh ini belum secara resmi mengomentari kasusnya.
Dua warga Inggris lainnya – Aiden Aslin dan Shaun Pinner – sebelumnya telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Donetsk.
Satu lagi seorang warga negara Maroko. Semuanya menyerah kepada pasukan DPR di kota Mariupol pada musim semi.
London bersikeras warganya itu harus diperlakukan sebagai tawanan perang di bawah Konvensi Jenewa.
Para pejabat di Donetsk mengatakan mereka menganggap para tawanan sebagai tentara bayaran, yang berarti mereka tidak berada di bawah perlindungan hukum internasional, tidak seperti kombatan biasa.
Semua orang asing yang dijatuhi hukuman mati di DPR telah mengajukan banding atas putusan mereka.
Rusia sebelumnya meminta Inggris untuk berurusan dengan DPR secara langsung, yang ditolak Inggris.
London telah berulang kali menolak menyebut Republik Rakyat Donetsk, menyebut otoritas kawasan itu sebagai “proksi Rusia.”
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss pada Jumat memanggil Duta Besar Rusia atas kematian warga negara Inggris Paul Urey di penahanan Republik Rakyat Donetsk.
Truss menyatakan Rusia “harus memikul tanggung jawab penuh” atas kematian Urey, yang oleh pejabat Donetsk dikaitkan kondisi kesehatan kronisnya.
Otoritas Republik Rakyat Donetsk (DPR) mengumumkan Jumat Urey telah meninggal pada hari Senin, hampir tiga bulan setelah dia ditahan di sebuah pos pemeriksaan bersama dengan warga negara Inggris lainnya, Dylan Healy.
Ombudsman DPR Darya Morozova menyatakan Urey menderita “sejumlah penyakit kronis”, termasuk diabetes yang bergantung pada insulin.
Dia meninggal meskipun telah menerima perawatan medis oleh pihak yang menahannya.
“Rusia harus memikul tanggung jawab penuh untuk ini,” kata Truss dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan dia telah memanggil Duta Besar Rusia Andrey Kelin.
“Paul Urey ditangkap saat melakukan pekerjaan kemanusiaan,” klaim Truss.
“Dia berada di Ukraina untuk mencoba dan membantu rakyat Ukraina dalam menghadapi invasi Rusia yang tidak beralasan. Mereka yang bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Sementara Truss bersikeras Urey telah melakukan perjalanan ke Ukraina sebagai pekerja bantuan, Morozova menggambarkan orang Inggris itu sebagai "prajurit karir" yang telah bertempur di Afghanistan, Irak dan Libya.
Dia mengatakan Urey telah memimpin operasi tempur Bersama militer Ukraina, serta "melatih tentara bayaran."
Rusia sebelumnya telah meminta Inggris untuk berurusan dengan DPR secara langsung, yang ditolak oleh Inggris.
Berbicara kepada BBC setelah pejuang Inggris Aiden Aslin dan Shaun Pinner, dinyatakan bersalah sebagai tentara bayaran, dijatuhi hukuman mati oleh DPR bulan lalu, Menlu Rusia Sergey Lavrov mengatakan pemerintah Inggris harus "berbicara dengan DPR" tentang kedua pria itu. .
Truss secara konsisten menolak menyebut Republik Rakyat Donetsk, menyebut otoritas kawasan itu sebagai “proksi Rusia.”
Otoritas Donetsk telah memberi tahu Aslin tidak ada seorang pun dari pemerintah Inggris yang menghubungi mereka secara langsung tentang kasusnya.
Pejabat DPR sebelumnya telah memberi tahu Inggris tentang penangkapan Urey, tetapi "tidak ada reaksi dari London.
Dia menambahkan Inggris gagal mengirim obat ke Urey melalui Komite Internasional Palang Merah.(Tribunnews.com/RT/xna)