China, kata Zelensky, berusaha menjaga sentimennya tetap seimbang mengenai operasi militer Moskow.
Kendati demikian, pemimpin Ukraina itu mengingatkan China sebagai kekuatan utama Asia punya kewajiban untuk berbuat lebih banyak sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
"Jika kita beroperasi tanpa undang-undang, lalu mengapa kita harus memiliki Dewan Keamanan, jika ada negara atau beberapa negara di dunia, dapat memutuskan untuk melanggar aturan secara militer?" ujar Zelensky.
China, raksasa ekonomi kedua di dunia, menolak mengutuk perang Rusia di Ukraina.
Dilansir Bloomberg, Beijing juga sempat menyatakan persahabatan tanpa batas dengan Moskow beberapa pekan sebelum invasi.
Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembicaraan beberapa hari setelah perang dimulai.
Kemudian, Putin menelepon Xi pada hari ulang tahunnya bulan Juni lalu.
Di sisi lain, dialog antara Ukraina dan China terbatas pada urusan diplomatik tingkat rendah, seperti antara Menteri Luar Negeri Wang Yi dan mitranya dari Ukraina.
Meski menghormati hak kedaulatan Ukraina, Beijing menentang perintah pengadilan PBB pada bulan Maret agar Moskow segera menangguhkan operasi militernya.
Pun menolak bergabung menjatuhkan sanksi untuk menghukum Rusia.
Baca juga: Kremlin: Ukraina Bisa Akhiri Konflik Kapan Saja, Ini Syaratnya
Baca juga: Rusia Sebut Kunjungan Pelosi Adalah Provokasi yang Nyata, ‘Tapi Jangan Katakan Perang Global’
Beijing sempat menuduh Washington jadi akar konflik karena ekspansi NATO ke Eropa timur.
Terlepas dari itu, Zelensky menilai masih ada ruang bagi China untuk memainkan peran positif dalam mengakhiri konflik.
"China, sebagai negara besar dan kuat, bisa turun dan menempatkan federasi Rusia di tempat tertentu," katanya kepada SCMP, menambahkan bahwa warga negaranya berbagi nilai-nilai fundamental dengan China.
"Semua orang mencintai anak-anak mereka," katanya.
"Semua orang ingin hidup damai."
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)