TRIBUNNEWS.COM - Perang Rusia dan Ukraina yang masih bergulir hingga saat ini, membuat negara-negara Eropa kembali memberikan bantuan persenjataan.
Terbaru, ada tiga negara Eropa yang mengumumkan bantuan dalam bentuk senjata, keuangan, hingga pelatihan.
Ketiganya yakni Inggris, Denmark, dan Jerman.
1. Janji Kanselir Jerman
Kanselir Jerman, Olaf Scholz mengatakan Berlin akan terus mengirimkan senjata ke Ukraina untuk memerangi Rusia.
"Jerman telah melanggar tradisinya dan memasok senjata ke zona perang," kata Scholz kepada awak pers di Berlin.
"Kami akan terus melakukannya dalam waktu dekat," imbuhnya, tanpa memberikan rincian spesifik, lapor CNN.
Bulan Juli lalu, pemerintah Jerman merilis daftar bantuan militer mematikan dan tidak mematikan untuk Ukraina.
Sejauh ini, Jerman telah mengirim 14.900 ranjau anti-tank; 500 rudal anti-pesawat penyengat; 10 Panzerhaubitze 2000 howitzer self-propelled; dan 2.700 sistem pertahanan udara portabel manusia Strela; serta perangkat anti-drone, amunisi artileri, dan pistol.
2. Bantuan Keuangan Denmark
Bantuan tambahan juga diumumkan pemerintahan Denmark pada Kamis (11/8/2022).
Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen mengatakan pemerintahannya akan memberikan lagi bantuan keuangan senilai 110 juta euro (sekira Rp 1,6 triliun) untuk senjata, peralatan, dan pelatihan kepada Ukraina.
"Saya berharap kita di sini hari ini dapat menyepakati lebih banyak kontribusi. Dan tentu saja, Denmark siap melakukan bagian kita," kata Frederiksen pada konferensi donor internasional di Kopenhagen.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace dan Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov turut hadir dalam konferensi tersebut.
3. Inggris Kirim Roket
Sementara itu, pemerintah Inggris melalui Menteri Pertahanan Ben Wallace mengumumkan pengiriman sistem peluncuran roket multipel (MLRS) ke Ukraina.
"Inggris juga akan memberikan sejumlah besar rudal M31A1 berpemandu presisi yang dapat menyerang target hingga 80 km jauhnya, memungkinkan Ukraina untuk terus mempertahankan diri melawan artileri berat Rusia," kata Kementerian Pertahanan.
Dalam pernyataannya, Wallace mengatakan bantuan senjata diharapkan mampu melawan artileri jarak jauh Rusia yang ditembakkan tanpa pandang bulu.
Masih mengutip CNN, ia mengklaim Inggris memberikan bantuan militer defensif kepada Kyiv untuk bertahan melawan invasi Rusia.
Pasukan Ukraina telah dilatih di Inggris tentang cara menggunakan peluncur.
Kementerian Pertahanan juga merinci peralatan yang saat ini dikirim ke Ukraina termasuk lebih dari 20 senjata self-propelled 155 milimeter; Senjata artileri 105 milimeter dan amunisi; lebih dari 50.000 butir amunisi untuk artileri era Soviet Ukraina; dan setidaknya 1.600 lebih senjata anti-tank.
Inggris dan negara-negara NATO lainnya juga berkomitmen untuk melatih hingga 10.000 tentara Ukraina dalam keterampilan infanteri.
Kementerian Pertahanan mengatakan Inggris dan sekutunya akan mulai membuat rencana aksi untuk mendukung Ukraina hingga 2023 dan seterusnya selama diperlukan.
4. Rencana Jerman Hadapi Krisis
Invasi Rusia ke Ukraina, berimbas pada pemotongan gas besar-besaran oleh Moskow kepada negara-negara Eropa.
Dalam konferensi pers di Berlin pada Kamis ini, Kanselir Olaf Scholz mengatakan akan meluncurkan program baru untuk meringankan beban masyarakat terkait krisis energi.
Diantaranya mencakup keringanan pajak untuk keluarga berpenghasilan rendah dan untuk masyarakat yang tidak mampu membayar tagihan energi.
Pada hari Rabu, Kementerian Keuangan Jerman mengungkapkan proposal untuk meringankan pajak penghasilan dalam menanggapi kenaikan biaya hidup.
Menteri Keuangan Christian Lindner mengatakan sekitar 48 juta orang Jerman akan mendapat manfaat dari perubahan pajak.
Proposal tersebut menyusul peringatan dari Kanselir bahwa harga gas rumah tangga akan meningkat di musim gugur, akibat dari konflik Rusia-Ukraina.
Pada hari Kamis, Scholz juga mengatakan bahwa Jerman bertekad mengatasi krisis energi di musim dingin mendatang dalam solidaritas dengan mitra Eropa.
5. Latvia Sebut Rusia Negara Teoris
Parlemen Latvia telah menyatakan Rusia sebagai "negara sponsor terorisme", menyusul adanya serangan terhadap warga sipil.
Pernyataan itu mengatakan: "(Parlemen) mengakui Rusia sebagai negara sponsor terorisme, dan menyerukan negara-negara lain yang berpikiran sama untuk mengungkapkan pandangan yang sama."
Dilansir Al Jazeera, anggota parlemen menilai kekerasan Rusia terhadap warga sipil yang dilakukan dalam mengejar tujuan politik sebagai bentuk terorisme.
Baca juga: Anggap Dolar AS Mata Uang Beracun, Rusia dan Turki Lakukan Transaksi Pembayaran Gas Dengan Rubel
Baca juga: China: Amerika Serikat Penghasut Utama Pecahnya Konflik Rusia dan Ukraina
Mereka juga mengutuk penggunaan munisi tandan "untuk menabur ketakutan dan membunuh warga sipil tanpa pandang bulu".
Parlemen juga mendesak Uni Eropa untuk berhenti mengeluarkan visa turis untuk warga Rusia dan Belarusia dan untuk mengurangi visa masuk secara umum.
Pernyataan ini menuai reaksi keras dari Kremlin.
Rusia menyebut resolusi parlemen Latvia sebagai bentuk xenophobia.
"Mengingat bahwa tidak ada substansi, kecuali xenofobia kebinatangan, di balik keputusan ini, perlu untuk menyebut para ideolog tidak lebih dari neo-Nazi," tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova di Telegram.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)