Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Mikhail Gorbachev, yang mengakhiri Perang Dingin tanpa pertumpahan darah namun gagal mencegah runtuhnya Uni Soviet, meninggal pada Selasa kemarin dalam usia 91 tahun.
Pernyataan ini disampaikan pejabat rumah sakit di Moskwa, Rusia.
Dikutip dari laman Reuters, Rabu (31/8/2022), Gorbachev, Presiden terakhir Soviet berhasil menjalin kesepakatan pengurangan senjata dengan Amerika Serikat (AS) dan kemitraan dengan kekuatan Barat untuk menghapus Tirai Besi yang telah membagi Eropa sejak Perang Dunia ke-2 (PD II) dan mewujudkan reunifikasi Jerman.
Namun reformasi internalnya yang luas mendorong kian melemahnya Uni Soviet sampai pada titik di mana akhirnya negara itu runtuh.
Ini merupakaan momen yang disebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai 'bencana geopolitik terbesar' abad ke-20.
Baca juga: Ukraina Gunakan Umpan Kayu Menyerupai HIMARS untuk Kelabui Rusia
"Mikhail Gorbachev meninggal (Selasa) malam ini setelah menderita penyakit yang serius dan berkepanjangan," kata Rumah Sakit Klinis Pusat Rusia dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa Putin menyatakan 'belasungkawa terdalamnya'.
"Besok (Rabu ini), ia (Putin) akan mengirim telegram belasungkawa kepada keluarga dan teman-teman (Gorbachev)," kata Peskov.
Sebelumnya pada 2018, Putin mengatakan bahwa ia berjanji akan membalikkan keruntuhan Uni Soviet jika ia bisa.
Terkait kematian Gorbachev, para pemimpin dunia pun secara cepat memberikan penghormatan terakhir.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan bahwa Gorbachev telah membuka jalan bagi kebebasan Eropa.
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengutip invasi Putin ke Ukraina dan menyampaikan 'komitmen tak kenal lelah Gorbachev untuk membuka masyarakat Soviet tetap menjadi contoh bagi kita semua'.
Setelah beberapa dekade ketegangan dan konfrontasi Perang Dingin berlangsung, Gorbachev membawa Uni Soviet lebih dekat ke Barat dibandingkan titik manapun sejak PD II.