Namun mirisnya, ia melihat warisan itu hancur di bulan-bulan terakhir hidupnya, saat invasi ke Ukraina membawa sanksi Barat jatuh kepada Rusia, bahkan politisi di Rusia dan Barat mulai berbicara tentang terciptanya Perang Dingin baru.
Baca juga: Mikhail Gorbachev: Kegagalan Perang Amerika Karena Ide yang Buruk Sejak Awal
"Gorbachev meninggal secara simbolis saat pekerjaan hidupnya, kebebasan, secara efektif dihancurkan oleh Putin," kata rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace, Andrei Kolesnikov.
Gorbachev telah memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 1990.
Ia akan dimakamkan di Pemakaman Novodevichy Moskwa di sebelah istrinya Raisa yang telah lebih dulu meninggal pada 1999.
Informasi ini dikutip dari yayasan yang didirikan mantan pemimpin Soviet itu.
Saat protes pro-demokrasi melanda negara-negara blok Soviet di Eropa Timur komunis pada tahun 1989, ia justru menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan.
Langkahnya ini tidak seperti para pemimpin Kremlin sebelumnya yang telah mengirim tank untuk menghancurkan pemberontakan di Hongaria pada 1956 dan Cekoslovakia pada tahun 1968.
Namun protes tersebut memicu aspirasi untuk otonomi di 15 republik Uni Soviet yang hancur pada 2 tahun kemudian dengan cara yang kacau balau.
Gorbachev yang sempat digulingkan dalam kudeta Agustus 1991 oleh partai garis keras, sia-sia berjuang untuk mencegah keruntuhan itu.
"Era Gorbachev adalah era perestroika, era harapan, era masuknya kita ke dunia bebas rudal. Namun ada satu kesalahan perhitungan, kita tidak mengenal negara kita dengan baik. Persatuan kami berantakan, itu adalah tragedi," kata Vladimir Shevchenko, yang mengepalai kantor protokol Gorbachev saat Gorbachev menjadi pemimpin Soviet.
Saat menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis Soviet pada 1985, saat usianya mencapai 54 tahun, ia telah memulai untuk merevitalisasi sistem dengan memperkenalkan kebebasan politik dan ekonomi yang terbatas, namun reformasinya berputar di luar kendali.
"Ia adalah pria yang baik, saya pikir tragedinya dalam arti bahwa ia terlalu baik untuk negara yang ia pimpin," kata penulis biografi Gorbachev sekaligus Profesor Emeritus di Amherst College di Massachusetts, AS, William Taubman.
Kebijakan Gorbachev tentang 'glasnost', kebebasan berbicara memungkinkan kritik yang sebelumnya tidak terpikirkan terhadap partai dan negara.
Namun juga memberanikan kaum nasionalis yang mulai mendesak kemerdekaan di republik Baltik Latvia, Lituania, Estonia dan di tempat lainnya.