TRIBUNNEWS.COM - Harga minyak dunia terus merosot pada Rabu (31/8/2022) di tengah kekhawatiran investor tentang keadaan ekonomi global yang memburuk, prospek kenaikan suku bunga bank sentral, serta lockdown Covid-19 di China.
Dilaporkan CNBC.com, harga minyak mentah berjangka Brent untuk Oktober, yang berakhir pada Rabu, turun $ 2,69, atau 2,7 persen, menjadi $ 96,62 per barel menyusul kerugian hari Selasa $ 5,78.
Kontrak November yang lebih aktif turun $2,70, atau 2,76 persen, menjadi $95,14 per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 88 sen, atau 1 persen, menjadi $90,78, setelah meluncur $5,37 di sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran resesi.
"Pelemahan dari China telah memainkan peran penting dalam menurunkan harga," kata Harry Altham, analis energi untuk EMEA & Asia di StoneX Group London, dikutip Reuters.
"Ada kekhawatiran kehancuran permintaan di seluruh Barat karena suku bunga naik dan kekhawatiran inflasi mencengkeram ekonomi Barat."
Baca juga: Staf Khusus Menkeu : Sepanjang Harga Minyak Dunia di Level 100 Dolar AS Per Barel, Kami Sanggup
Perubahan harga sejak konflik Ukraina enam bulan lalu telah mengguncang dana lindung nilai dan spekulan.
"Tanda-tanda terbaru dari pertumbuhan yang tersendat adalah kontraksi aktivitas pabrik China pada bulan Agustus dan ekspansi sektor jasa negara yang lebih lambat dari perkiraan," ujar Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates.
"Selain itu, baik The Fed dan ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara signifikan bulan depan, mungkin sebanyak 0,75 persen - dan semua ini membuat investor ekuitas berlari untuk keluar."
"Minyak sepatutnya mengikuti, setidaknya untuk saat ini."
Menurut CNBC.com, aktivitas pabrik China memperpanjang penurunan harga pada Agustus karena infeksi Covid baru, gelombang panas terburuk dalam beberapa dekade serta sektor properti yang membebani produksi.
Beberapa kota terbesar China dari Shenzhen hingga Dalian memberlakukan lockdown dan penutupan bisnis untuk mengekang wabah Covid-19 pada saat ekonomi terbesar kedua di dunia itu sudah mengalami pertumbuhan yang lemah.
Beberapa faktor mempengaruhi dasar untuk harga.
Data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan bensin turun sekitar 3,4 juta barel.