Riyadh menegaskan keputusan tersebut bukan untuk menaikkan harga di tengah melonjaknya suku bunga oleh bank sentral dan prospek resesi global.
Beberapa pendukung Arab Saudi juga berpendapat bahwa hubungan keamanan antara Washington dan Riyadh saling menguntungkan.
Pukulan ganda bagi Biden
Diwartakan The Guardian, keputusan kartel minyak OPEC+ pun dianggap sebagai pukulan ganda bagi Biden.
Ini merusak upayanya untuk memotong pendapatan Rusia dengan menurunkan harga minyak.
Kebijakan baru ini juga mengancam lonjakan harga minyak dan harga bensin domestik beberapa minggu sebelum pemilihan kongres.
Dilansir The New York Times, Biden mengisyaratkan keterbukaan terhadap tindakan pembalasan, termasuk penghentian penjualan senjata dan memungkinkan tuntutan hukum penetapan harga.
Baca juga: AS Kecam Keputusan OPEC+ Pangkas Produksi Minyak
Penjualan senjata AS ke Saudi
Pada Senin (10/10/2022), Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Bob Menendez, menyerukan pembekuan penjualan senjata ke Arab Saudi.
“Saya tidak akan memberi lampu hijau kerja sama dengan Riyadh sampai Kerajaan menilai kembali posisinya sehubungan dengan perang di Ukraina. Cukup sudah," katanya dalam sebuah pernyataan.
Secara terpisah, Senator Demokrat Richard Blumenthal pada Selasa (11/10/2022) mengumumkan RUU untuk menghentikan penjualan senjata AS ke kerajaan selama satu tahun atas pemotongan minyak.
Ketegangan antara Arab Saudi dan AS terjadi tiga bulan setelah Biden mengunjungi Arab Saudi dan bertemu dengan para pemimpin puncaknya, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Pekan lalu, Gedung Putih mengatakan kecewa dengan pemotongan minyak.
Pihak berwenang menambahkan bahwa Biden akan "berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kontrol OPEC atas harga energi".
Berita lain terkait OPEC+, Joe Biden, Arab Saudi
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)