Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, KOREA SELATAN - Di tengah kecaman dan boikot dari warga Korea Selatan atas insiden karyawan yang tergilas mesin pengaduk, Ketua SPC Group, perusahaan induk Paris Baguette Huh Young In secara terbuka meminta maaf.
Pihaknya akan bertanggungjawab secara penuh atas kejadian mengenaskan itu.
"Saya bertanggung jawab penuh atas kecelakaan ini dan pantas mendapat kritik dari publik. Saya ingin meminta maaf kepada para pekerja pabrik yang bekerja di dekat korban. Perusahaan seharusnya memahami trauma dan kesedihan mereka dan seharusnya lebih perhatian," ujarnya dikutip dari Vice World News, Jumat (27/10/2022).
Baca juga: Satu Lagi Pekerja di Pabrik Pembuat Roti Korea Selatan Jadi Korban Mesin Pengaduk Saus
Perusahaan juga berjanji untuk menghabiskan 100 miliar won (sekitar $67 juta) selama tiga tahun untuk meningkatkan keselamatan pekerja.
Sebelumnya, warga Korea Selatan ramai-ramai memboikot toko roti Paris Baguette karena dianggap tidak berperasaan dalam menangani insiden kematian karyawannya pada Sabtu (15/10/2022).
Serorang karyawati berusia 23 tahun meninggal karena kecelakaan kerja, dimana bagian atas tubuhnya masuk ke mesin mixer sauce di pabrik roti yang terletak di Pyeongtaek, Provinsi Gyeonggi itu.
Alih-alih menghentikan produksi, Paris Baguette tetap melanjutkan produksi keesokan harinya pada Minggu (16/10/2022).
Para pekerja harus tetap bekerja di sebelah lokasi kejadian, sambil melihat rekan kerja yang lain menarik sisa tubuh karyawati itu.
Seruan boikot muncul di media sosial.
"Jangan pernah membeli atau pergi ke SPC Perusahaan pembunuh!” kata Konfederasi Serikat Buruh Korea, melalui akun resmi Twitter mereka.
Tag dengan frasa seperti “Boikot SPC”, “Perusahaan pembunuh SPC”, dan “Gerakan larangan membeli” sedang tren di Twitter Korea Selatan, dengan beberapa postingan yang mengumpulkan ribuan retweet.
Presiden Korea Selatan Perintahkan Penyelidikan
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol juga memerintahkan penyelidikan atas kematian karyawan Paris Baguette.
Hanya seminggu sebelum wanita yang tidak disebutkan namanya itu meninggal di tempat kerja, tangan seorang karyawan tersangkut di mesin lini produksi lain.
Namun perusahaan tidak mengirim pekerja tersebut ke rumah sakit untuk perawatan karena karyawan tersebut bukan pekerja penuh waktu.
Pada bulan Mei, sekelompok aktivis memprotes Grup SPC karena diduga gagal memberikan hak-hak dasar pekerja perempuan mereka.
Meskipun sekitar 80 persen pembuat roti Baguette Paris adalah wanita, para demonstran mengklaim bahwa mereka tidak dijamin istirahat makan siang selama satu jam, liburan berbayar tahunan, dan cuti menstruasi, lapor surat kabar Korea Selatan Hankyoreh.
Dengan lebih dari 4.000 lokasi di seluruh dunia, Paris Baguette adalah bisnis yang berkembang pesat.
Menurut publikasi bisnis Amerika Franchise Times, waralaba A.S. Paris Baguette berada di peringkat ke-25 dalam peringkat 500 sistem waralaba terbesar di Amerika Serikat.