Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Serikat pekerja pabrik raksasa makanan dan minuman Korea Selatan (Korsel) SPC Group mengatakan bahwa mereka telah berulang kali meminta lebih banyak pekerja untuk dipekerjakan perusahaan itu, namun manajemen tidak pernah menanggapinya.
Kesaksian dari para pekerja yang merupakan rekan-rekan mendiang K kini mulai terkuak dan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada hak-hak para pekerja pabrik roti itu.
Baca juga: Kemenaker Korsel akan Terapkan UU Hukuman Kecelakaan Serius terkait Tewasnya Pekerja Paris Baguette
Pernyataan mereka menunjukkan bahwa K, pekerja wanita berusia 23 tahun yang meninggal tergilas mesin mixer saus di sebuah pabrik SPL, sebenarnya bekerja sendirian dan tidak berpasangan seperti yang seharusnya ditetapkan perusahaan.
Pekerja tersebut meninggal pada 15 Oktober dini hari, setelah terjebak dalam mesin pencampur saus di pabrik SPL, produsen bahan roti yang memasok produk ke Paris Baguette dan berafiliasi dengan raksasa makanan dan minuman SPC Group yang berlokasi di Pyeongtaek, Provinsi Gyeonggi.
Tidak lama setelah kecelakaan itu, SPL pun mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa almarhum telah 'bekerja dalam tim yang terdiri dari dua orang'.
Namun pekerja lain yang tercantum dalam laporan tersebut sebenarnya melakukan tugas yang berbeda pada saat rekan kerja mereka ini tewas.
Dikutip dari laman www.hani.co.kr, Minggu (30/10/2022), menurut kesaksian yang dibuat pada hari Senin lalu oleh Serikat Pekerja Kimia, Tekstil & Makanan Korea (KCTF), Konfederasi Serikat Buruh Korea dan rekan almarhum, mendiang K ditemukan tewas setelah tersangkut dan terjebak dalam mesin pencampur adonan.
Saat itu, ia tengah mengerjakan adonan saus yang akan digunakan untuk sandwich berpendingin SPL.
Baca juga: Diboikot Warga Korea Selatan, CEO Paris Baguette Minta Maaf
Menurut serikat pekerja dan rekan almarhum, mendiang K 'berulang kali memasukkan sebanyak 15 hingga 20 kg bahan mentah ke dalam mesin setinggi 120 cm sendirian sambil berdiri di depan mesin yang terus berputar'.
Segera setelah kecelakaan tersebut, perusahaan mengklaim bahwa pekerjaan itu dilakukan 'dalam tim yang terdiri dari dua orang'.
Namun, serikat pekerja dan rekan mendiang K menjelaskan bahwa pekerja lain yang seharusnya ditugaskan untuk bekerja bersama K, sebenarnya sedang mengerjakan bahan sandwich yang berbeda pada saat itu.
Sehingga sulit untuk memastikan bahwa mendiang K terseret masuk ke dalam mesin.
Di sisi lain, B, kekasih mendiang K yang juga bekerja di pabrik yang sama sangat menyadari kejadiannya.