TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria asal Australia bernama Peter Gerard Scully dijatuhi hukuman 129 tahun penjara oleh otoritas Filipina karena kasus pelecehan seksual kepada anak.
Jaksa Filipina mengatakan korban kekerasan seksual yang paling muda berusia sekira 18 bulan.
"Saya berharap ini mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada semua pelaku, semua pedagang manusia, bahwa mereka harus menanggung akibat dari perbuatannya," kata Merlynn Barola-Uy, jaksa wilayah di kota selatan Cagayan de Oro, Rabu (9/11/2022).
Ini adalah vonis kedua bagi Peter Gerard Scully, yang telah menjalani hukuman seumur hidup karena melakukan rudapaksa dan perdagangan anak perempuan.
Filipina menjadi pusat global kasus eksploitasi anak secara seksual, ungkap para ahli.
Hal ini disebabkan faktor kemiskinan, kefasihan berbahasa Inggris, dan konektivitas internet yang tinggi di negara ini.
Baca juga: Ciri-ciri pada Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual
Pengadilan Cagayan de Oro menjatuhkan hukuman tersebut pada 3 November, setelah Scully dan ketiga terdakwa lainnya menandatangani kesepakatan pembelaan.
Mereka didakwa dengan 60 pelanggaran, termasuk perdagangan manusia, pelecehan seksual anak, pelecehan anak dan rudapaksa.
Pacar Scully, Lovely Margallo, divonis 126 tahun penjara.
Dua terdakwa lainnya dijatuhi hukuman lebih dari sembilan tahun.
Para korban dan keluarga mereka telah menerima persyaratan perjanjian dan menganggapnya sebagai "kemenangan manis", menurut sebuah pernyataan yang diposting di halaman Facebook kantor kejaksaan regional.
"Mereka semua ingin menutup fase gelap kehidupan mereka dan melanjutkan hidup," bunyi pernyataan itu, lapor SCMP.
Korban kejahatan komplotan itu termasuk seorang bayi perempuan berusia 18 bulan dan seorang anak yang mayatnya ditemukan terkubur di bawah lantai rumah yang disewa oleh Scully, kata Barola-Uy.
"Ini adalah kemenangan besar, tidak hanya bagi kami para jaksa di Departemen Kehakiman, tetapi yang lebih penting ini adalah kemenangan besar bagi para korban-penyintas," katanya.
Scully ditangkap pada 2015 di Malaybalay, Filipina selatan, setelah melarikan diri dari Australia pada 2011.
Dia datang ke Filipina untuk menghindari tuduhan penipuan di negara asalnya.
Ia kemudian mendirikan bisnis cybersex, merekam gadis-gadis remaja dari keluarga miskin saat dia berhubungan seks dengan mereka atau menggunakan mainan seks, kata penyelidik sebelumnya.
Baca juga: Tiga Upaya yang Bisa Dilakukan Untuk Membantu Korban Kekerasan Seksual
Video tersebut diduga dijual kepada pelanggan di Jerman, Amerika Serikat, dan Brasil.
Sebagian besar orang yang membayar untuk menonton jenis video seks ini berada di luar negeri.
Diperkirakan ada ribuan anak yang telah dilecehkan dan kebanyakan dengan persetujuan orang tua mereka, kata pihak berwenang.
Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pada tahun 2021 bahwa Filipina adalah salah satu sumber materi pelecehan seksual anak di dunia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)