Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) tidak memiliki informasi baru yang menunjukkan bahwa rudal yang menewaskan dua orang di Polandia pada Selasa lalu itu bukanlah rudal milik Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson, dalam sebuah pernyataan pada Rabu kemarin.
"AS tetap yakin bahwa Rusia yang harus disalahkan," kata Watson.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terus menegaskan bahwa negaranya tidak berada di balik insiden fatal tersebut.
"Kami tidak melihat apapun yang bertentangan dengan penilaian awal Presiden (Andrzej) Duda bahwa ledakan ini kemungkinan besar merupakan hasil dari rudal pertahanan udara Ukraina yang 'sayangnya' mendarat di Polandia,” jelas Watson.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (17/11/2022), ia menambahkan bahwa AS tidak akan melakukan penyelidikan sendiri terhadap insiden tersebut dan akan bergantung pada hasil penyelidikan Polandia yang kini sedang berlangsung.
"AS 'berhubungan dekat' dengan Polandia dan Ukraina serta memiliki 'kepercayaan penuh' dalam upaya investigasi Polandia," papar Watson.
Watson pun berjanji untuk memberikan informasi baru terkait penyelidikan mengenai insiden itu.
Meskipun setuju dengan kesimpulan Duda bahwa rudal tersebut kemungkinan besar milik Ukraina, Gedung Putih masih meyakini bahwa Rusia yang harus menanggung kesalahan 'terakhir' atas insiden tersebut, bukan Ukraina, terlepas dari hasil penyelidikan.
"Jelas bahwa pihak yang paling bertanggung jawab atas insiden tragis ini adalah Rusia yang meluncurkan rentetan rudal di Ukraina, dan secara khusus ditujukan untuk menargetkan infrastruktur sipil. Ukraina memiliko segala hak untuk membela diri," bunyi pernyataan AS.
Sebelumnya pada Selasa lalu, Rusia meluncurkan serangan rudal skala besar di Ukraina.
Pada saat itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa 85 rudal telah menyerang wilayah Ukraina.
Baca juga: Politisi Polandia: Insiden Rudal adalah Provokasi Ukraina Minta Lebih Banyak Dukungan
Sementara Menteri Energi German Galushchenko menyebutnya sebagai 'penembakan paling masif' dari sistem energi negara tersebut.