TRIBUNNEWS.COM - Polisi di China telah bergerak melawan demonstrasi yang terjadi di beberapa kota di seluruh negeri, karena pihak berwenang di beberapa wiayah mulai mengubah pembatasan Covid-19.
Adapun demo meletus setelah kebakaran di blok menara di Urumqi di wilayah barat jauh Xinjiang, di mana 10 orang tewas setelah diliputi asap beracun.
Para demonstran mengatakan petugas pemadam kebakaran tidak dapat menjangkau penduduk yang tinggal di menara tersebut karena penghalang yang didirikan sebagai bagian dari penguncian (lockdown) virus Corona.
Kebakaran Urumqi menyebabkan demo di beberapa kota di seluruh China, termasuk Ibu Kota Beijing dan kota terbesar di negara itu, Shanghai.
Para demonstran merasa frustasi atas lockdown yang berkepanjangan dan pembatasan keras yang terkait dengan strategi nol-Covid pemerintah.
Ada banyak polisi di kota-kota tempat demo diadakan.
Baca juga: Pemerintah China Longgarkan Aturan Lockdown Covid-19 setelah Demo Meluas
Polisi di Shanghai bergerak untuk menahan beberapa demonstran dan membawa mereka pergi dengan bus.
Penghalang juga didirikan di sepanjang jalan untuk mencegah orang berkumpul.
Demo serupa diadakan di Beijing pada Senin (28/11/2022), tetapi salah satu demonstran mengatakan dia dan lima temannya yang menghadiri rapat umum dipanggil oleh polisi Beijing untuk meminta informasi tentang pergerakan mereka.
Dalam satu kasus, katanya, seorang petugas polisi mengunjungi rumah temannya setelah mereka menolak menjawab telepon.
"Dia menyebutkan nama saya dan bertanya apakah saya pergi ke sungai Liangma tadi malam. Dia bertanya dengan sangat spesifik berapa banyak orang di sana, jam berapa saya pergi, bagaimana saya mendengarnya," katanya.
Sebuah protes di Liangma pada hari sebelumnya menarik sekitar 400 orang dan deretan kendaraan polisi ditempatkan di lokasi tersebut pada hari Senin.
"Orang-orang tidak hanya menuntut pencabutan pembatasan, mereka juga menuntut kebebasan, supremasi hukum, demokrasi," kata Peneliti Senior Human Rights Watch Yaqiu Wang kepada Al Jazeera.
"Orang-orang memiliki kemarahan yang terpendam terhadap kebijakan Covid tetapi pada saat yang sama mereka tahu bahwa alasan kami masih memiliki kebijakan Covid yang kasar dan tidak ilmiah adalah karena sistem politik, karena satu orang di Beijing menginginkannya. Mereka menghubungkan titik-titik itu," tambahnya.