News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Iran Bakal Membubarkan Polisi Moral, Undang-Undang Hijab Ditinjau

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah gambar yang diperoleh AFP pada 21 September 2022, menunjukkan para demonstran Iran turun ke jalan-jalan di ibukota Teheran selama protes untuk Mahsa Amini, beberapa hari setelah dia meninggal dalam tahanan polisi. - Iran bakal membubarkan polisi moral setelah negara tersebut dilanda protes selama tiga bulan terakhir.

TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri disebut bakal membubarkan polisi moral di negaranya.

Meski demikian ucapan Montazeri tersebut belum bisa dikonfirmasi.

Selama tiga bulan terakhir, Iran dilanda protes terkait kematian Mahsa Amini.

Mahsa Amini tewas setelah ditahan polisi moral karena diduga melanggar aturan ketat soal hijab.

Dikutip dari BBC, Mohammad Jafar Montazeri menyebut polisi moral sudah dibubarkan.

"Polisi moralitas tidak ada hubungannya dengan peradilan dan telah ditutup dari tempat mereka didirikan," kata Montazeri saat menghadiri konferensi agama, Minggu (4/12/2022).

Baca juga: Iran akan Tinjau UU yang Wajibkan Perempuan untuk Berhijab

Kontrol kekuatan, lanjut Montazeri, terletak pada kementerian dalam negeri, bukan pada peradilan.

Pada hari Sabtu, Montazeri juga mengatakan kepada parlemen Iran bahwa undang-undang yang mewajibkan wanita mengenakan jilbab akan ditinjau.

Bahkan jika polisi moral ditutup, ini tidak berarti undang-undang yang sudah berumur puluhan tahun akan diubah.

Kemunduran Republik Islam

Seorang pendukung Iran dengan riasan air mata darah di wajahnya memegang kaus sepak bola bertuliskan nama Mahsa Amini, wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun yang meninggal di rumah sakit setelah ditangkap oleh polisi moralitas karena melanggar kode berpakaian ketat Iran, berpose dengan pendukung lain yang memegang bendera bertuliskan "Kebebasan hidup wanita" saat mereka menghadiri pertandingan sepak bola Grup B Piala Dunia 2022 Qatar antara Wales dan Iran di Stadion Ahmad Bin Ali di Al-Rayyan, barat Doha pada 25 November 2022. Iran telah diguncang oleh lebih dari tujuh minggu protes nasional atas kematian wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun, Masha Amini, saat berada dalam tahanan polisi moralitas Teheran. (Giuseppe CACACE/AFP)

Televisi negara Al-Alam berbahasa Arab mengklaim media asing menggambarkan komentar Montazeri sebagai "kemunduran pihak Republik Islam".

Dikutip dari CNN, hal itu terlihat dari sikapnya terhadap jilbab dan moralitas agama sebagai akibat dari protes.

Baca juga: Aparat Hukum Iran Eksekusi Mati Empat Kolaborator Mata-mata Israel

Akan tetapi, itu semua dapat dipahami dari komentarnya adalah bahwa polisi moralitas tidak berhubungan langsung dengan peradilan.

"Tetapi tidak ada pejabat Republik Islam Iran yang mengatakan bahwa Patroli Bimbingan telah ditutup," kata Al-Alam Minggu sore.

"Beberapa media asing telah mencoba menafsirkan kata-kata ini oleh Jaksa Agung sebagai Republik Islam mundur dari masalah jilbab dan kesopanan dan mengklaim bahwa itu karena kerusuhan baru-baru ini," lanjut pernyataan TV tersebut.

Ucapan itu diucapkan di Qom, yang dianggap sebagai kota suci dalam Siha Islam.

Keresahan dan Kekerasan yang Bekepanjangan

Seorang pengunjuk rasa memegang potret Mahsa Amini selama demonstrasi mendukung Amini, seorang wanita muda Iran yang meninggal setelah ditangkap di Teheran oleh polisi moral Republik Islam, di jalan Istiklal di Istanbul pada 20 September 2022. Amini (22) saat itu melakukan kunjungan bersama keluarganya ke ibukota Iran ketika dia ditahan pada 13 September oleh unit polisi yang bertanggung jawab untuk menegakkan aturan berpakaian ketat Iran untuk wanita, termasuk mengenakan jilbab di depan umum. Amini dinyatakan meninggal pada 16 September oleh televisi pemerintah setelah menghabiskan tiga hari dalam keadaan koma. (OZAN KOSE / AFP)

Demonstran yang didominasi oleh wanita di Iran, membakar hijab dan memotong rambut mereka sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan.

Baca juga: PBB Usut Pelanggaran HAM selama Protes di Iran, Soroti Penahanan 14 Ribu Orang dan 300 Kematian

Slogan "Kebebasan Hidup Wanita" telah menjadi seruan bagi para pengunjuk rasa.

Pihak berwenang Iran menuduh Amerika Serikat, Israel, kekuatan Eropa, dan Arab Saudi berada di balik kerusuhan yang terus berlangsung.

Iran mengatakan, mereka menggunakan kematian Amini sebagai "alasan" untuk menargetkan negara dan yayasannya.

Dikutip dari Al Jazeera, jilbab, yang diwajibkan sejak tak lama setelah revolusi Islam negara itu tahun 1979, telah menjadi isu ideologis sentral bagi otoritas Iran.

Namun, mereka baru-baru ini mengisyaratkan bahwa mereka dapat merevisi cara penerapan aturan berpakaian wajib tanpa merinci secara spesifik.

Baca juga: Iran Jatuhkan Hukuman Mati terhadap Demonstran untuk Pertama Kali

Sejumlah pejabat lokal sebelumnya mengisyaratkan metode seperti menggunakan kecerdasan buatan atau rekaman kamera untuk menjatuhkan hukuman finansial kepada para pelanggar.

Selama beberapa bulan unjuk rasa, para demonstran telah mengalami beberapa kekerasan.

Pihak berwenang telah melakukan tindakan keras yang mematikan terhadap para demonstran, dengan laporan penahanan paksa dan penganiayaan fisik yang digunakan untuk menargetkan kelompok minoritas Kurdi di negara itu.

Dalam investigasi CNN baru-baru ini, kesaksian rahasia mengungkapkan kekerasan seksual terhadap pengunjuk rasa, termasuk anak laki-laki, terjadi di pusat penahanan Iran sejak awal kerusuhan.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini