TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengatakan parlemen dan kehakiman Iran sedang meninjau undang-undang wajib jilbab.
Parlemen Iran dan kehakiman sedang meninjau kebijakan undang-undang jilbab di Iran mulai Kamis (1/12/2022).
“Kami tahu Anda merasa sedih saat menyaksikan (wanita) tanpa hijab di kota-kota, apakah menurut Anda para pejabat diam tentang hal itu?" kata Montazeri.
"Sebagai seseorang yang bergerak di bidang masalah ini, saya katakan parlemen dan kehakiman bekerja, misalnya, baru kemarin kami mengadakan pertemuan dengan komisi kebudayaan parlemen," jelas Montazeri seperti dikutip CNN Internasional dari media Iran, ISNA.
Namun, Montazeri tidak merinci apa yang akan diubah dalam undang-undang tersebut.
"Anda akan melihat hasilnya dalam minggu depan atau dua minggu lagi,” lanjutnya.
Baca juga: Aparat Hukum Iran Eksekusi Mati Empat Kolaborator Mata-mata Israel
Ia mengatakan pemerintah Iran sedang meninjau undang-undang kode pakaian yang diterapkan di negara itu dan perubahan sedang dipertimbangkan.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah Iran sedang mempertimbangkan untuk membubarkan polisi agama Iran yang disebut Polisi Moralitas.
Sebelumnya pada Juli 2022 ini, Presiden Iran, Ebrahim Raisi menyerukan mobilisasi semua lembaga negara untuk menegakkan hukum jilbab.
Namun, banyak wanita terus melanggar aturan, seperti diberitakan Times of Israel.
Peninjauan undang-undang jilbab ini diambil oleh pemerintah Iran setelah protes meluas di berbagai daerah.
Baca juga: Polisi Iran Ringkus Komplotan Aksi Bom Bunuh Diri di Teheran
Gelombang protes ini dipicu oleh kematian Mahsa Amini, gadis berusia 22 tahun yang diduga dianiaya polisi moralitas karena tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Setelah kematian Mahsa Amini, sejauh ini lebih dari 300 orang tewas dalam protes anti-hijab di Iran.
Dalam hal ini, jumlah wanita yang menjadi korban lebih banyak.