TRIBUNNEWS.COM - Peru mengumumkan keadaan darurat nasional di tengah pergolakan politik menyusul pencopotan dan penangkapan mantan Presiden Pedro Castillo.
Menteri Pertahanan Peru Alberto Otarola mengumumkan tindakan yang berlaku selama 30 hari pada Rabu (14/12/2022).
Masyarakat dilarang untuk berkumpul dan pergerakannnya dibatasi.
Pemerintah juga memberlakukan jam malam dan pemblokiran jalan.
“Polisi Nasional dengan dukungan Angkatan Bersenjata akan memastikan kontrol di seluruh wilayah nasional atas properti pribadi dan, yang terpenting, infrastruktur strategis serta keselamatan dan kesejahteraan semua warga Peru,” kata Otarola.
Dilansir Al Jazeera, langkah itu dilakukan ketika hakim memerintahkan Castillo untuk tetap di penjara atas tuduhan "pemberontakan" dan "konspirasi" selama 48 jam menjelang sidang pembebasan.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Pimpinan Yakuza Jepang 7 Bulan Lalu Terungkap, Masataka Seki Dibunuh Warga Peru
Pendukung Castillo menuntut sang Presiden dibebaskan
Pendukung Castillo turun ke jalan di seluruh negara Amerika Selatan untuk menuntut pembebasan pemimpin sayap kiri itu.
Mereka juga meminta pemerintah menggelar pemilihan baru dan pencopotan penggantinya, mantan Wakil Presiden Dina Boluarte .
Krisis dimulai minggu lalu ketika Castillo mengumumkan rencana untuk membubarkan Kongres Peru.
Langkah itu secara luas dikecam sebagai inkonstitusional.
Seruan Castillo mendorong legislatif yang dipimpin oposisi Rabu lalu untuk memberikan suara yang sangat mendukung pencopotannya dalam upaya pemakzulan ketiga dari kepresidenannya yang diperangi.
Boluarte dilantik tak lama kemudian sebagai presiden wanita pertama Peru dan Castillo ditangkap dan dipindahkan ke penjara polisi di dekat ibu kota, Lima, di mana dia masih ditahan.
Baca juga: Presiden Peru Pedro Castillo yang Digulingkan Kemungkinan Hadapi 20 Tahun Penjara
Castillo hadapi hukuman 20 tahun penjara