Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA - Pemilik dan CEO Twitter Elon Musk sedang mencari Kepala Eksekutif baru untuk memimpin perusahaan tersebut, setelah para pengguna platform itu memintanya untuk mengundurkan diri.
Orang-orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan bahwa pencarian Musk untuk 'CEO baru' ini telah berlangsung dan dimulai sebelum jajak pendapat Twitter.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (21/12/2022), pada hari Minggu lalu, miliarder itu memposting jajak pendapat informal yang menanyakan kepada pengguna Twitter 'apakah dirinya harus mundur sebagai bos perusahaan itu atau tidak'.
Saat memperingatkan pengguna Twitter untuk 'berhati-hati dengan apa yang anda inginkan, karena anda mungkin akan mendapatkannya', Musk mengatakan dia akan mematuhi hasil jajak pendapat tersebut.
Pengusaha itu juga mencatat bahwa hingga saat ini dirinya belum melihat ada orang yang layak menjadi penggantinya.
Baca juga: Dipecat Elon Musk, Mantan Karyawan Twitter Luncurkan Aplikasi Pesaing Bernama Spill
Mayoritas dari 17 juta responden memilih Musk untuk meninggalkan jabatan barunya itu.
Namun, pada Senin lalu setelah hasil tersebut, Musk menyatakan bahwa untuk selanjutnya hanya pelanggan Twitter Blue saja yang dapat menyuarakan pendapat mereka dalam jajak pendapat tentang perubahan kebijakan di platform tersebut.
Twitter Blue adalah langganan bulanan berbayar yang menambahkan tanda centang biru untuk membedakan ke akun pengguna dan menawarkan akses awal ke beberapa fitur baru platform.
Untuk pengguna Amerika Serikat (AS), harganya mulai dari 8 dolar AS per bulan.
Musk menjadi pemilik mayoritas Twitter pada Oktober lalu, setelah menyelesaikan kesepakatan pengambilalihan senilai 44 miliar dolar AS.
Baca juga: Elon Musk Bikin Jajak Pendapat: Haruskah Saya Mundur Sebagai Bos Twitter?
Ini mengindikasikan bahwa tidak ada yang bisa memaksanya keluar dari perusahaan itu.
Namun, dalam beberapa minggu terakhir, Musk telah memperkenalkan sejumlah perubahan kontroversial yang memicu reaksi publik.
Ini termasuk dengan kebijakan melonggarkan aturan misinformasi terkait virus corona (Covid-19) dan mengungkap sejumlah proses pengambilan keputusan, seperti larangan bayangan, yang telah dipraktikkan sebelum ia membeli perusahaan tersebut.