Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Analisis Save the Children menyampaikan jumlah orang yang menghadapi kelaparan ekstrim meningkat hampir 57 persen menjadi 25,3 juta dalam tiga tahun terakhir.
"Jumlah orang yang menghadapi tingkat kelaparan yang parah telah melonjak hampir 57 persen menjadi 25,3 juta dari (angka sebelumnya) 16,1 juta sejak 2019 di 8 negara yang paling parah terkena dampak," kata Save the Children dalam laman resminya.
Ini terjadi di tengah krisis kelaparan global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca juga: Sikapi Ancaman Kelaparan, Prabowo Subianto Dorong Pemimpin Dunia Bersatu Atasi Krisis
Menurut organisasi tersebut, Afghanistan, Republik Afrika Tengah (CAR), Republik Demokratik Kongo (DRC), Haiti, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, dan Yaman merupakan negara dengan jumlah tertinggi yang menghadapi tingkat darurat dan bencana dari kelaparan serta malnutrisi.
"Afghanistan adalah negara yang paling terkena dampak, dengan jumlah orang yang menghadapi tingkat kelaparan parah telah meningkat menjadi 6,6 juta pada 2022 dari 2,5 juta pada 2019," jelas Save the Children.
Selain itu, tahun ini ada pula laporan tentang pengasuh yang terpaksa mengatasi masalah ini secara putus asa.
Bahkan beberapa dipaksa untuk menjual anak-anak mereka sendiri.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (30/12/2022), Penjabat Direktur Negara Save the Children di Afghanistan, Nora Hassanien mengatakan bahwa pihaknya menemukan bahwa anak-anak mengalami kelaparan di Afghanistan.
Sehingga mereka tidak dapat mengingat apa yang telah dipelajari di sekolah.
"Bahkan akibat kekurangan gizi, mereka juga lebih rentan terhadap penyakit yang mengancam jiwa seperti kolera. Kami juga melihat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam mekanisme penanggulangan yang merusak seperti perkawinan anak dan pekerja anak," kata Hassanien.
Menanggapi kebutuhan yang meningkat ini, kata dia, tidak mungkin tanpa partisipasi penuh perempuan dalam respons cepat.
Selanjutnya, Yaman adalah negara kedua yang paling dilanda kelaparan, dengan jumlah orang yang menghadapi kekurangan gizi akut meningkat dari 3,6 juta menjadi 6 juta.
Angka ini menunjukkan peningkatan 66 persen dalam dua tahun terakhir.
Juru bicara Save the Children untuk Yaman, Shannon Orcutt mengatakan bahwa hampir 8 tahun konflik dan kemerosotan ekonomi yang parah mendorong kondisi kelaparan kritis dan risiko perlindungan di Yaman.
"Anak-anak menghadapi tiga ancaman yakni kelaparan, bom dan penyakit. Selama 18 bulan terakhir kami telah melihat peningkatan jumlah anak yang menderita kekurangan gizi akut. kebutuhan anak-anak di Yaman masih jauh melebihi tingkat pendanaan dan dukungan saat ini," kata Orcutt.
Baca juga: Menjalani Lockdown Covid-19 Selama 40 Hari, Penduduk Xinjiang China Mengeluh Kelaparan
Posisi Yaman pun diikuti oleh DRC dengan 4,1 juta orang menghadapi tingkat kelaparan yang parah.
Kemudian di Sudan dan Sudan Selatan, ada sekitar 2,3 juta orang di ambang kelaparan, sementara Somalia memiliki 1,3 juta dan CAR memiliki 652.000 orang yang menghadapi tingkat kelaparan akut.
Save the Children pun mengutip Program Pangan Dunia (WFP) yang mengatakan bahwa dunia saat ini menghadapi krisis kelaparan terburuk dalam sejarah modern, dengan sekitar 60 juta anak balita 'mengalami kekurangan gizi akut pada akhir 2022'.
Menurut WFP, jumlah orang yang berisiko mengalami kerawanan pangan akut atau menghadapi kelaparan telah meningkat menjadi 345 juta dari angka sebelumnya yakni 135 juta di 53 negara sejak awal pandemi virus corona (Covid-19).