TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Peru mengumumkan keadaan darurat di ibu Kota Lima dan tiga wilayah lainnya selama 30 hari, mulai Sabtu (14/1/2023).
Kebijakan ini diambil setelah protes yang telah menewaskan 49 orang dalam beberapa pekan terakhir.
Pemerintah Peru juga memberi wewenang kepada tentara untuk menjaga ketertiban dan menangguhkan beberapa hak konstitusional seperti kebebasan bergerak dan berkumpul.
Protes terhadap Presiden Dina Boluarte telah meluas sejak mantan Presiden Pedro Castillo dicopot dari jabatannya.
Pedro Castillo digantikan oleh wakilnya, Dina Boluarte.
Baca juga: Demo di Peru: Polisi Dibakar hingga Tewas, Korban Jiwa Bertambah Jadi 47 Orang
Pengunjuk Rasa Memblokade Jalan
Pendukung Pedro Castillo telah berbaris dan membarikade jalan-jalan di Peru selama berminggu-minggu.
Mereka menuntut agar pemilihan umum diadakan dan meminta Dina Boluarte mundur.
Pada hari Kamis, pihak berwenang menutup jalur udara dan kereta api ke situs wisata Machu Picchu yang terkenal di Peru saat protes berkobar.
Pengunjuk rasa memasang lebih dari 100 penghalang jalan di seluruh Peru pada hari Sabtu, terutama di selatan dan sekitar Lima, seperti diberitakan The Guardian.
Baca juga: 17 Orang Tewas dalam Bentrok di Peru, Demonstran Tuntut Bebaskan Pedro Castillo dari Penjara
Kantor Ombudsman mengatakan ada mobilisasi, pemogokan, dan pemblokiran jalan di 35 provinsi, sebagian besar di wilayah selatan Peru sejak hari Kamis (12/1/2023).
Penutupan ini menyebabkan bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa.
Seorang anak berusia 16 tahun ditembak selama protes di wilayah Peru selatan Puno meninggal pada Kamis.
Kematiannya menambahkan jumlah korban tewas menjadi 49 dalam lebih dari sebulan kerusuhan setelah penggulingan Presiden Pedro Castillo.