TRIBUNNEWS.COM, WELLINGTON - Secara mengejutkan, Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern memutuskan bakal mundur dari jabatannya bulan depan.
Ardern menegaskan bahwa ia sudah tak memiliki kekuatan untuk memimpin.
Keputusan tersebut dikeluarkan Ardern, Kamis (19/1/2023) waktu setempat.
Perempuan berusia 43 tahun tersebut mengungkapkan ia akan mengakhiri jabatannya pada 7 Februari.
“Ini keputusan saya sendiri. Memimpin negara adalah pekerjaan paling istimewa yang bisa dimiliki seseorang, tetapi juga yang paling menantang,” tuturnya dikutip dari CNN.
“Anda tak bisa dan jangan melakukan pekerjaan seperti itu kecuali memiliki tabung yang penuh, sekaligus pengganti bagi tantangan yang tak direncanakan dan diharapkan,” ujarnya.
Baca juga: Peringkat Jajak Pendapat Jacinda Ardern Turun ke Tingkat Terendah Sejak Menjadi PM Selandia Baru
Ia juga berbicara mengenai jumlah pekerjaan yang diambilnya dan mengungkapkan sejumlah krisis yang dihadapi pemerintahannya.
Hal itu termasuk pandemi Covid-19, penyerangan teror Christchurch dan letusan gunung berapi di Te Puia o Whakaari, atau yang dikenal sebagai Pulau Putih.
Ardern mengatakan ia mulai berpikir untuk mengundurkan diri pada akhir 2022.
“Sudut pandang menarik yang bisa Anda temukan adalah setelah 6 tahun mendapat tantangan besar, saya adalah manusia. Politikus adalah manusia,” katanya.
“Kami memberikan yang kami bisa, dan inilah saatnya. Bagi saya, ini adalah saatnya,” kata Ardern.
Ardern juga menyoroti pencapaian di masa kepemimpinannya, termasuk undang-undang perubahan iklim dan kemiskinan anak.
“Saya tak mau 5,5 tahun ini hanya mengenai tantangan saja. Bagi saya, ini juga adanya perkembangan,” katanya.
Presiden Vietnam Juga Mundur
Pekan lalu, Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc juga mengundurkan diri dari jabatannya.
Nguyen Xuan Phuc memutuskan pensiun dini setelah muncul desas-desus pemecatannya sebagai bagian gerakan anti-korupsi.
"Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc telah mengajukan pengunduran dirinya dari posisi yang ditugaskan, berhenti dari pekerjaannya dan pensiun" kata media pemerintah, Kantor Berita Vietnam (VNA), seperti dikutip oleh The Guardian.
Pengunduran diri Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc membutuhkan persetujuan dari Majelis Nasional, yang akan mengadakan pemungutan suara luar biasa pada hari Rabu (18/1/2023).
Sebelum menjadi Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc menjabat sebagai Perdana Menteri Vietnam pada tahun 2016-2021.
Pengunduran diri Nguyen Xuan Phuc yang tiba-tiba adalah langkah yang tidak biasa di Vietnam komunis.
Biasanya, perubahan politik biasanya diatur dengan hati-hati.
Media pemerintah mengatakan Partai Komunis telah memutuskan Nguyen Xuan Phuc bertanggung jawab atas kesalahan para menteri senior di bawahnya selama masa jabatannya sebagai perdana menteri 2016-2021, sebelum dia menjadi Presiden.
Sumber: CNN/The Guardian/Kompas.TV