TRIBUNNEWS.COM - Gempa magnitudo 7,8 mengguncang Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023) pagi.
Setidaknya 3.800 orang tewas di kedua negara.
Jumlah kematian diperkirakan akan terus meningkat, mengingat banyaknya orang terjebak dalam reruntuhan.
Sejumlah korban selamat menceritakan detik-detik guncangan gempa dan bagaimana mereka menyelamatkan diri.
Dilansir TWT World, Erdal Bay, seorang profesor di Universitas Gaziantep, berkata ia dan keluarganya masih tidur saat gempa terjadi.
"Saya rasa batas antara hidup dan mati sangat tipis," ujar Bay kepada TWT World melalui pesan WhatsApp.
Baca juga: Turki Umumkan 7 Hari Berkabung Nasional atas Gempa M 7,8 yang Menewaskan Lebih dari 3800 Orang
"Saya memikirkan keselamatan keluarga."
Saat merasakan gempa, Bay langsung meninggalkan gedung apartemennya bersama keluarganya.
Untungnya, apartemennya tidak terdampak parah.
Namun perbotan di rumahnya berguncang dan berjatuhan di lantai.
Bay mengingat saat-saat ia keluar dari gedung dan melihat semua orang berlarian panik ketakutan.
"Saya mencoba membawa anak-anak saya ke tempat aman. Ibu saya sudah tua. Kami meninggalkan gedung setelah gempa pertama."
Bay dan keluarganya lalu mencoba meninggalkan Gaziantep dengan mobil.
Baca juga: Viral Video Seekor Anjing di Turki Melolong Berulang-ulang Sebelum Gempa, Peringatan Akan Bahaya?
"Kami berada di kendaraan kami sekarang."
"Banyak orang naik mobil."
"Ada kekacauan dan macet di mana-mana."
Mengatakan dia yakin gempa hari Senin adalah yang paling kuat yang pernah dia rasakan dalam hidupnya, Bay menambahkan:
"Ini adalah gempa yang sangat kuat."
"Saya pernah mengalami gempa bumi yang berbeda sebelumnya tetapi belum pernah merasakan gempa yang berlangsung selama ini."
Profesor itu mengatakan dia yakin gempa itu mengungkap betapa tidak siapnya dia menghadapi keadaan darurat seperti itu.
“Semua orang meninggalkan rumah tanpa persiapan."
"Kami tidak memiliki tas darurat, tidak ada kesadaran bahwa kami tidak boleh menggunakan lift," jelasnya.
Baca juga: Gempa di Turki: WHO Sebut Jumlah Korban Tewas Bisa Meningkat, Kini Capai 3.800 Orang
Tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya
Selain kota Gaziantep, Diyarbakir juga merasakan dampak gempa yang sama.
Tulin Akkaya belum sepenuhnya terbangun saat gempa pertama.
Sentakan kedua mengguncang rumahnya dan membuatnya bergegas keluar.
"Saya sangat takut. Saya merasakan (gempa susulan) sangat kuat karena saya tinggal di lantai paling atas," katanya.
"Kami bergegas keluar dengan panik."
"Saya tidak bisa kembali ke apartemen saya sekarang, saya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."
Mereka membutuhkan bantuanku lagi
Di kota Diyarbakir, Halis Aktemur mencari seseorang untuk diselamatkan.
Pria berusia 35 tahun itu termasuk yang pertama tiba di lokasi gedung besar pertama yang runtuh.
"Kami berhasil menyelamatkan tiga orang, tapi dua tewas," kenang Aktemur.
"Setelah gempa kedua, saya tidak bisa pergi kemana-mana."
"Saya pikir mereka akan membutuhkan bantuan saya lagi."
Seperti kiamat
Gempa besar kedua datang tepat ketika para penyintas mulai masuk kembali ke apartemen mereka untuk mengambil barang-barang.
Guncangan tanpa henti membuat bangunan yang rusak runtuh di Diyarbakir dan kota-kota terdekat seperti Kahramanmaras.
"Karena saya tinggal di zona gempa, saya terbiasa terguncang," kata jurnalis Melisa Salman yang tinggal di Kahramanmaras.
"Tapi itu pertama kalinya kami mengalami hal seperti itu," kata wanita berusia 23 tahun itu.
"Kami pikir itu adalah kiamat."
Seorang anak selamat dari reruntuhan
Televisi dan media sosial Turki diramaikan dengan berita bahwa seorang anak berhasil ditarik hidup-hidup dari bawah bongkahan besar puing beton.
Televisi NTV menayangkan seorang gadis kecil bernama Zehra, tampak agak bingung dan menanyakan ayahnya, diselimuti selimut wol dan duduk di dalam mobil sedan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)