TRIBUNNEWS.COM - Menurut lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (AS), USGS, sedikitnya ada 100 gempa susulan berkekuatan 4,0 atau lebih sejak gempa 7,8 SR melanda Turki selatan pada Senin (6/2/2023) pagi waktu setempat.
Dikutip dari CNN, semakin lama waktu gempa asli, frekuensi dan besarnya gempa susulan di Turki dan sekitarnya cenderung menurun.
Namun, gempa susulan 5,0 hingga 6,0 lebih masih mungkin terjadi dan membawa risiko kerusakan tambahan pada struktur yang terganggu akibat gempa asli.
Hal ini membawa ancaman lanjutan bagi tim penyelamat dan penyintas.
Gempa susulan membentang lebih dari 300 kilometer (186 mil) di sepanjang zona patahan yang pecah di Turki selatan.
Getaran berorientasi dari barat daya ke timur laut dan membentang dari perbatasan dengan Suriah melalui provinsi Malatya.
Baca juga: Frank Hoogerbeets, Peneliti Asal Belanda ini Mendadak Viral Setelah Memprediksi Gempa Turki
Bantuan dari Musk ditolak
Banyak bantuan internasional mengalir untuk Turki dan Suriah.
Namun, pemerintah Turki menolak tawaran Elon Musk untuk mengaktifkan layanan internet satelit Starlink.
"Starlink belum disetujui oleh pemerintah Turki, SpaceX dapat mengirim segera setelah disetujui.” ujar Musk melalui akun Twitternya pada Senin (6/2/2023).
Keprihatinan Elon Musk atas kondisi warga Turki yang mengeluhkan kesulitan saat melakukan komunikasi, akibat pemadaman dan krisis jaringan internet pasca gempa.
Mendorong miliarder kondang ini untuk tergerak memberikan bantuan layanan internet.
Tawaran dan niat baik Musk ditolak secara halus oleh pemerintah Turki.
Baca juga: Korea Selatan akan Kirim Tim Penyelamat untuk Bantu Evakuasi Korban Gempa di Turki
Baik SpaceX dan Kementerian Luar Negeri Turki tidak segera menanggapi alasan terkait penolakan bantuan tersebut.
Lewat akun anonim, seorang pejabat senior Turki membalas cuitan Musk dan mengatakan bahwa negaranya saat ini memiliki kapasitas satelit yang cukup, meski stasiun pangkalan milik Turki bekerja dengan tenaga baterai.
“Terima kasih atas tawaran Musk,tetapi Turki memiliki kapasitas satelit yang cukup baik.” ujar cuitan pejabat senior Turki yang dikutip dari Bloomberg.
Dikutip Guardian, pada 1999, ketika gempa dengan kekuatan serupa menghantam wilayah Laut Marmara timur yang berpenduduk padat di dekat Istanbul, gempa tersebut menewaskan lebih dari 17.000 orang.
Petugas darurat senior Organisasi Kesehatan Dunia untuk Eropa, Catherine Smallwood memprediksi korban tewas bisa meningkat menjadi lebih dari 20.000 orang.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)