Setelah Israel menduduki Yerusalem Timur, Dayan mengusulkan pengaturan baru berdasarkan perjanjian Ottoman.
- Hanya Muslim yang diizinkan beribadah di Al Aqsa
Menurut status quo Israel tahun 1967, pemerintah Israel mengizinkan Wakaf untuk mempertahankan kontrol sehari-hari di wilayah tersebut, dan hanya Muslim yang diizinkan untuk beribadah di sana.
Namun, polisi Israel mengontrol akses situs tersebut dan bertanggung jawab atas keamanan, dan non-Muslim diperbolehkan mengunjungi situs tersebut sebagai turis.
Shmuel Berkovits, seorang pengacara dan pakar tempat-tempat suci di Israel, mengatakan status quo yang didirikan pada tahun 1967 tidak dilindungi oleh hukum Israel mana pun.
Padahal, pada 1967, Dayan menetapkan status quo tanpa kewenangan pemerintah, ujarnya.
Sejak 1967, undang-undang, tindakan pengadilan, dan pernyataan pemerintah Israel menciptakan kerangka kerja untuk status quo ini.
Meskipun tidak ada undang-undang Israel yang melarang orang Yahudi berdoa di Al Aqsa, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa larangan tersebut dibenarkan untuk menjaga perdamaian, jelas Berkovits.
Baca juga: Jemaah Masjid Al Aqsa Alami Kekerasan, Indonesia Kecam Tindakan Polisi Israel
Perubahan terbaru pada status quo
Antara tahun 1967 dan 2000, non-Muslim dapat membeli tiket dari Wakaf untuk mengunjungi situs tersebut sebagai turis.
Namun, setelah Intifada kedua Palestina, atau pemberontakan, pecah pada tahun 2000 setelah kunjungan kontroversial mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon ke Al Aqsa, Wakaf menutup situs tersebut untuk pengunjung.
Situs tersebut tetap tertutup bagi pengunjung hingga tahun 2003, ketika Israel memaksa Wakaf untuk menyetujui masuknya non-Muslim.
Sejak itu, pengunjung non-Muslim dibatasi oleh polisi Israel pada jam dan hari tertentu.
Menurut Hasson, Wakaf tidak mengakui pengunjung tersebut, dan menganggap mereka sebagai “penyusup”.
Baca juga: HNW Kutuk Terjadinya Teror Israel Terhadap Masjid Al Aqsa, Desak Aksi Konkret Dunia Internasional