TRIBUNNEWS.COM, SUDAN - Perang saudara di Sudan kian memanas.
Dua hari pertempuran, jumlah korban jiwa juga terus bertambah.
Dilansir Daily Mail hingga Minggu (16/4/2023), jumlah korban mencapai 61 orang namun diprediksi telah mencapai 100 korban tewas termasuk dari kalangan sipil.
Perang saudara itu melibatkan dua institusi militer di Sudan yakni kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer organik di negara belahan Afrika Timur itu.
Perang kian membesar karena telah meluas ke beberapa daerah di Sudan.
Baca juga: Pertempuran RSF vs Militer Sudan Memasuki Hari Kedua: Puluhan Orang Tewas, 600 Lainnya Terluka
Kronologi Pertempuran Sudan
Bentrokan terjadi antara militer yang setia kepada ketua Dewan Kedaulatan Transisional Sudan sekaligus panglima militer, Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan.
Lawannya kelompok paramiliter Sudan Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin wakil ketua Dewan Kedaulatan Transisional Sudan, Jenderal Muhammad Hamdan "Hemeti" Dagalo.
Pertempuran ini dilatarbelakangi tensi hubungan yang memanas antara militer Sudan dengan RSF beberapa bulan belakangan.
Ketegangan militer vs RSF juga dilatarbelakangi perselisihan antara Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo dalam menentukan masa depan Sudan.
Bentrok bersenjata di Khartum dilaporkan terjadi mulai Sabtu (15/4/2023) pagi waktu setempat.
Sebelumnya, situasi di lapangan memanas karena RSF, yang berkekuatan sekitar 100.000 personel, diterjunkan ke berbagai titik di Sudan.
Belum diketahui detail bagaimana bentrok bersenjata militer vs RSF bermula. Kedua pihak menuduh lawan masing-masing memicu pertempuran dengan meluncurkan serangan di Khartum terlebih dulu.
Sejak tembakan pertama meletus pada Sabtu (15/4), pertempuran hebat meluas dan terpusat di sekitar markas militer dan fasilitas penting, tetapi juga merembet ke permukiman warga. Pertempuran di ibu kota melibatkan kendaraan lapis baja, truk bersenapan mesin, dan pesawat tempur.
Siapa Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo?
Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan saat ini menjabat kepala negara Sudan dan Jenderal Muhammad Hamdan "Hemeti" Dagalo adalah wakilnya.
Negara yang terletak di timur laut Afrika ini dipimpin dewan transisional sejak kudeta militer pada 2021.
Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo bersekutu dalam kudeta tersebut.
Kudeta militer pada Oktober 2021 lalu membubarkan dewan transisi sipil-militer dan pemerintahan sipil yang dipimpin Perdana Menteri Abdalla Hamdok, dibentuk usai kudeta militer 2019 yang menggulingkan diktator Omar Al-Bashir. Dewan transisi kemudian dibentuk ulang usai kudeta 2021, dipimpin oleh Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo.
Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo kemudian berebut kuasa usai memimpin dewan transisional.
Salah satu isu krusial yang memicu konflik Burhan vs Dagalo adalah integrasi paramiliter RSF ke tubuh militer. Keduanya berbeda pendapat mengenai integrasi paramiliter yang dipimpin Jenderal Dagalo tersebut.
Perselisihan Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo juga menunda kesepakatan dengan partai-partai politik dalam rangka transisi demokrasi Sudan.
Keduanya pun dituduh bertanggung jawab atas sederet aksi represif kepada warga sipil Sudan yang memprotes kudeta militer empat tahun belakangan.
Menurut laporan Associated Press, hingga hari kedua pertempuran, Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo urung menujukkan kesediaan bernegosiasi untuk mengakhiri bentrok. Burhan meminta RSF dibubarkan dan menyebutnya "milisi pemberontak", sedangkan Dagalo menolak berunding dan meminta Burhan menyerah.
Apa Itu RSF?
RSF merupakan organisasi paramiliter kuat yang dibentuk dari milisi Janjaweed yang bertempur untuk Al-Bashir selama perang sipil di Darfur.
Janjaweed dikenal brutal di Darfur dan dituduh melakukan berbagai tindak kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pada 2013, Jenderal Dagalo mengumpulkan milisi-milisi Janjaweed dan mentransformasikannya menjadi paramiliter RSF.
Baca info lengkap mengenai RSF: Mengenal RSF, Pasukan Paramiliter yang Lawan Tentara Sudan hingga Terjadi Perang Saudara
Organisasi paramiliter ini menguasai sejumlah tambang emas di Sudan dan sempat dikirim untuk mengintervensi konflik di Yaman dan Libya.
RSF pun menjadi organisasi paramiliter yang kuat di Sudan.
Tanpa status formal, keberadaan pasukan itu di luar tubuh militer Sudan dipandang menjadi sumber instabilitas.
Akan tetapi, ketika wacana integrasi RSF ke tubuh militer muncul, Jenderal Buruhan dan Jendral Dagalo berselisih mengenai proses integrasi tersebut.
Keduanya berbeda salin tidak sepakat mengenai cara transisi dan otoritas yang ditunjuk untuk mengawasinya.
Sumber: AP/BBC/Daily Mail