TRIBUNNEWS.COM - Pertempuran terus berkecamuk di ibu kota Sudan pada hari Minggu (16/4/2023) meski sudah disepakati adanya gencatan senjata kemanusiaan selama tiga jam.
Dilansir Daily Mail, dua pihak yang bertikai, Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sebelumnya setuju untuk melakukan gencatan senjata.
Pertempuran akan dihentikan setiap hari antara pukul 16:00 dan 19:00 mulai Minggu.
Rencana gencatan senjata tersebut bertujuan dilakukannya evakuasi warga yang terluka dan memberikan bantuan vital ke tempat yang paling membutuhkan.
Gencatan senjata diusulkan oleh PBB setelah tiga stafnya menjadi korban.
Setidaknya 61 warga sipil termasuk tiga staf PBB tewas sejak Sabtu, membuat Program Pangan Dunia PBB untuk sementara menghentikan operasi.
Baca juga: Mengenal RSF, Pasukan Paramiliter yang Lawan Tentara Sudan hingga Terjadi Perang Saudara
Kedua belah pihak yang bertikai mendukung perjanjian perdamaian bergulir yang diusulkan PBB, tetapi para saksi melaporkan kekerasan terus berlanjut.
Tank-tank berjalan melalui ibu kota Khartoum dan jet berterbangan saat pemerintah tampaknya mengambil alih kota.
Tahani Abass, seorang aktivis HAM terkemuka, mengatakan 'pertempuran belum berhenti' dari rumah keluarganya yang dekat dengan markas militer.
"Mereka menembak satu sama lain di jalan-jalan."
"Ini perang habis-habisan di daerah pemukiman," katanya.
Setidaknya 670 orang dilaporkan terluka pada Minggu malam.
Latar Belakang Konflik
Masih mengutip Daily Mail, konflik di Sudan terjadi adalah antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) milik pemerintah dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF), milisi yang sebelumnya digunakan pemerintah untuk mengatasi konflik di dalam dan luar negeri.
Baca juga: Apa yang Terjadi di Sudan? Ini Fakta-fakta Pertempuran antara Tentara Reguler dengan Paramiliter