Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KHARTOUM - Amerika Serikat (AS) akhirnya mengevakuasi ratusan warganya dari Sudan.
Ratusan warga AS dilaporkan telah mencapai pelabuhan negara Afrika timur itu pada Sabtu (29/4/2023) lalu, dalam proses evakuasi pertama yang dijalankan Amerika Serikat (AS).
Mereka telah menyelesaikan perjalanan darat berbahaya di bawah pengawalan drone bersenjata AS.
"Pesawat tak berawak AS yang telah mengawasi rute evakuasi darat selama berhari-hari, memberikan pengawasan bersenjata untuk konvoi bus yang membawa 200 hingga 300 orang Amerika sejauh 500 mil atau 800 kilometer ke Port Sudan, tempat yang relatif aman," kata pejabat AS.
Baca juga: Mantan PM Sudan: Konflik Bersenjata yang Meningkat akan Menjadi Mimpi Buruk Bagi Dunia
Dikutip dari laman AP News, Senin (1/5/2023), AS yang tidak memiliki pejabatnya di lapangan untuk melakukan proses evakuasi, telah dikritik oleh keluarga warga Amerika yang terperangkap di Sudan.
Hal itu karena pada awalnya pejabat AS mengesampingkan evakuasi yang dijalankan negara itu untuk warganya yang ingin keluar, dan menyebutnya sebagai tindakan yang terlalu berbahaya.
Sebelumnya, pasukan operasi khusus AS terbang sebentar ke ibu kota Sudan, Khartoum pada 22 April lalu untuk mengangkut keluar staf AS di Kedutaan dan personel pemerintah Amerika lainnya.
Namun mirisnya, beberapa ribu warga AS tertinggal di sana, banyak di antara mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda.
Sementara itu, belasan negara lainnya telah melakukan evakuasi untuk warganya, menggunakan gabungan pesawat militer, kapal Angkatan Laut, dan personel darat.
Sekelompok besar mediator internasional, termasuk negara-negara Afrika dan Arab, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan AS hanya berhasil mencapai serangkaian gencatan senjata sementara yang rapuh namun gagal menghentikan bentrokan.
Baca juga: 12 WNI Dievakuasi dari Sudan Lewat Mesir
Kendati demikian, cukup menciptakan jeda evakuasi bagi puluhan orang.
Ribuan warga Sudan mengungsi ke daerah yang lebih aman dan bagi negara asing dapat mengevakuasi ribuan warganya melalui jalur darat, udara dan laut.
Sejak konflik antara dua jenderal yang bersaing di Sudan pecah pada 15 April lalu, AS telah memperingatkan warganya bahwa mereka perlu menemukan jalan keluar sendiri, meskipun pejabat AS telah mencoba menghubungkan warga Amerika dengan upaya evakuasi negara lain.
Namun itu berubah saat para pejabat AS mengeksploitasi jeda relatif dalam pertempuran dan, dari jauh, mengorganisir konvoi mereka sendiri untuk warga Amerika.
Tanpa penerbangan evakuasi di dekat ibu kota yang telah ditawarkan negara lain kepada warganya, banyak warga AS yang harus melakukan perjalanan darat berbahaya dari Khartoum ke pelabuhan utama Laut Merah negara itu, Port Sudan.
Satu keluarga berkewarganegaraan Sudan-Amerika yang melakukan perjalanan, sebelumnya menggambarkan pengalamannya melewati banyak pos pemeriksaan yang diawaki oleh orang-orang bersenjata.
Mereka melihat mayat-mayat yang tergeletak di jalan dan kendaraan keluarga lainnya yang melarikan diri namun telah terbunuh di sepanjang jalan.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan konvoi itu membawa warga AS, penduduk setempat yang dipekerjakan oleh AS, dan warga negara sekutu.
"Kami menegaskan kembali peringatan kami kepada warga Amerika untuk tidak melakukan perjalanan ke Sudan," kata Miller.
Dari Port Sudan, jauh dari pertempuran, warga Amerika dalam konvoi dapat mencari tempat di kapal yang melintasi Laut Merah ke kota pelabuhan Jeddah di Arab Saudi.
Pejabat AS juga bekerja sama dengan Arab Saudi untuk melihat apakah salah satu kapal Angkatan Laut kerajaan negara itu dapat membawa lebih banyak warga Amerika ke Jeddah.
"Pejabat konsuler AS akan menunggu warga Amerika begitu mereka mencapai dermaga di Jeddah, namun tidak ada personel AS di Port Sudan," kata para pejabat AS.
Sebelumnya, dua warga Amerika dipastikan tewas dalam pertempuran yang meletus pada 15 April lalu.
Salah satunya adalah seorang warga sipil AS yang menurut para pejabat AS terjebak dalam aksi baku tembak.
Yang lainnya adalah seorang dokter di Iowa City, Iowa yang ditikam sampai mati di depan rumah dan keluarganya di Khartoum, dalam aksi kekerasan tanpa hukum yang menyertai pertempuran tersebut.
Secara keseluruhan, pertempuran di negara Afrika timur itu telah menewaskan lebih dari 500 orang.