News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia dan ASEAN Perlu Hati-hati Sikapi Gagasan Global Security Initiative oleh China

Penulis: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) yang juga dosen Universitas Pelita Harapan (UPH), Jakarta Prof Johanes Herlijanto Ph.D saat menjadi pembicara utama bersama dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Shofwan Al Banna (kiri) di seminar bertajuk Global Security Initiative (GSI) Ala Xi Jinping: Pandangan dan Dampaknya bagi Asia Tenggara, Sabtu (6/5/2023) di Jakarta. Seminar ini dimoderatori dosen President University Muhammad Farid.

Filipina dan Vietnam merupakan negara yang wilayah ZEE nya seringkali dilanggar oleh kapal-kapal penjaga pantai China.

“Hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia, yang sebenarnya tidak terlibat dalam sengketa di LCS," ujar Johanes.

"Setidaknya sejak tahun 2010, China telah berulang kali melakukan aktivitas yang tak mengindahkan hak berdaulat Indonesia di wilayah ZEE kita di sekitar Kepulauan Natuna,” tutur Johanes.

Menurut Johanes, tingkah laku China di atas menyebabkan berbagai kelompok masyarakat di negara-negara Asia Tenggara bersikap hati-hati dan waspada terhadap gagasan asal China tersebut.

Dia merujuk pada tulisan Hoang Thi Ha, peneliti dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura, yang memperlihatkan minimnya dukungan masyarakat Asia Tenggara terhadap GSI.

“Dari 1308 responden yang turut serta dalam survey yang dilakukan Hoang Thi Ha dan para koleganya, hanya 27,4 persen merasa yakin atau sangat yakin bahwa GSI akan membawa keuntungan bagi wilayah Asia tenggara. 44,5 persen responden merasa kurang yakin atau bahkan tidak yakin sama sekali,” jelasnya.

Ia juga menuturkan bahwa hanya 19 persen responden yang meyakini bahwa GSI akan membawa keuntungan bagi Indonesia.

Senada dengan mayoritas responden survey yang dilakukan oleh lembaga think tank asal Singapura di atas, Johanes juga beranggapan bahwa GSI perlu disikapi dengan kewaspadaan. Ia pun mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia yang terkesan hati-hati dalam menanggapi inisiatif China tersebut.

“Indonesia hanya menyatakan memperhatikan keberadaan GSI dan siap untuk bekerja bersama pihak Cina dalam memastikan kedamaian dan stabilitas melalui dialog dan diplomasi," ujar Johanes.

"Pernyataan ini, menurut pakar hukum internasional Aristyo Rizka Darmawan, memperlihatkan bahwa Indonesia hanya secara prinsip setuju untuk bekerja bersama China dalam hal GSI sambil menunggu pihak China mengartikulasi dan mengelaborasi insiatif yang masih belum terlalu jelas itu,” lanjut Johanes.

Dalam penutup pemaparannya, Johanes mengingatkan, bahwa selama China masih sibuk membangun kehadiran militernya di perairan LCS, menerapkan operasi gray-zone di wilayah ZEE negara-negara Asia Tenggara, termasuk di perairan dekat Kepulauan Natuna, serta membuat pengelompokan yang menyerupai blok aliansi seperti yang diupayakan dengan negara-negara Kepulauan Pasifik, maka retorika GSI—yang menekankan kedamaian, penghormatan kedaulatan, kesetiaan terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB, dan penolakan terhadap mentalitas perang dingin—akan tetap tinggal sebagai retorika yang sulit untuk memperoleh kepercayaan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini