News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peringati Lengsernya Soeharto 25 Tahun Silam, Media Asing Soroti Kisah Etnis Tionghoa di Indonesia

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI ke-2 Soeharto. - Jauh sebelum Soeharto lengser, berbagai rentetan peristiwa telah menunjukkan tanda-tanda hilangnya pengaruh Jenderal besar ini.

Al Jazeera telah mewawancarai beberapa orang Tionghoa di Indonesia yang tumbuh di bawah rezim Orba.

Selengkapnya, berikut ini rangkuman kisah mereka.

Baca juga: Sejarah Hari Reformasi Nasional 21 Mei 1998, Mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI

File foto tertanggal 22 Mei 1998 ini menunjukkan mantan Presiden Indonesia Soeharto memberi hormat kepada para pengawal dan staf saat meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta tak lama setelah mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei. (AGUS LOLONG / AFP FILES / AFP)

1. Evi Mariani (46)

Evi Mariani merupakan satu di antara pendiri dan direktur eksekutif Project Multatuli – sebuah media independen yang memberitakan tentang orang-orang terpinggirkan di Indonesia – sejak 2021.

Lahir dan besar di Bandung, Jawa Barat, Eva sekarang tinggal di Tangerang Selatan, Banten dan memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai jurnalis.

Orang tua Evi menikah pada tahun 1970.

Namun orang tua Eva bercerai pada tahun yang sama karena dokumen kewarganegaraan Indonesia ayahnya tidak terdaftar di catatan sipil Indonesia sehingga dirinya tidak dianggap sebagai orang Indonesia.

Berdasarkan undang-undang kewarganegaraan saat itu, di bawah sistem tersebut, tidak ada anak-anaknya yang dianggap orang Indonesia juga.

Dengan perceraian tersebut, anak-anak mereka akan dianggap lahir "di luar nikah" dan mereka bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia karena ibunya orang Indonesia dan surat-suratnya dianggap asli.

“Sangat sulit bagi (etnis) Tionghoa untuk disebut orang Indonesia,” kata Evi kepada Al Jazeera.

Sebagai seorang mahasiswa pada 1994, dia ingat seorang pejabat universitas di Yogyakarta meminta SBKRI-nya untuk “tujuan administratif”.

Kala itu, dia menyadari pejabat itu ingin dirinya memberi sejumlah uang – sesuatu yang tidak dialami oleh rekan-rekannya yang bukan Tionghoa.

Baca juga: Arya Sinulingga: 32 Tahun Tak Pernah Juara SEA Games, Dulu Zaman Soeharto Sekarang Zaman Pak Jokowi

2. Angelique Maria Cuaca (32)

Angelique Maria Cuaca secara rutin mengadvokasi keragaman agama dan dialog antaragama di kampung halamannya di Padang, Sumatra Barat, melalui organisasi pemuda lintas agama Pelita Padang yang ia dirikan pada 2019.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini