Menurut Indeks Kota Toleran 2022 yang diluncurkan oleh SETARA Institute for Democracy and Peace di Indonesia pada bulan April, Padang mencatat skor toleransi terendah ketiga dari 94 kota yang disurvei di seluruh Indonesia.
“Kota-kota dengan kepemimpinan yang mengedepankan identitas keagamaan tertentu baik secara visi maupun misi cenderung mengeluarkan kebijakan (yang terkesan menunjukkan) keberpihakan terhadap identitas keagamaan yang mewakili dirinya sendiri,” kata lembaga tersebut dalam pernyataan pada skor.
Lahir dari keluarga multietnis dan multiagama – dengan nenek dari pihak ayah seorang Muslim Minang dan kakek dari pihak ayah seorang Katolik Tionghoa – Angelique telah berpartisipasi dalam berbagai perayaan budaya dan agama bersama keluarganya sejak dia masih kecil. Namun, orang tuanya mengkhawatirkan keselamatannya ketika dia terlibat dalam aktivisme.
Angelique berusia tujuh tahun ketika kerusuhan Mei 1998 pecah.
Kekacauan di kampung halamannya lebih ringan dibandingkan dengan situasi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Meda.
“Saat itu, suasana mencekam di Jawa bisa dirasakan di Padang juga.”
Angelique juga mengatakan orang tua Tionghoa-Indonesia menjadi khawatir jika anaknya memilih jurusan sosial politik di perguruan tinggi atau terlibat dalam aktivisme sosial karena apa yang mereka lihat di era Orde Baru.
“Selama satu dekade, mereka mencoba meyakinkan saya bahwa apa yang saya lakukan adalah kesalahan besar,” katanya kepada Al Jazeera.
Meskipun pekerjaannya dengan Pelita Padang terutama berfokus pada keragaman agama, Angelique mengatakan kelompok itu juga bekerja sama dengan organisasi lain dalam isu-isu lain.
“Masalah keragaman tidak pernah bisa hanya menjadi masalah keragaman. Kalau ini sendirian, akan melelahkan dan cenderung terjebak dalam masalah pertarungan antar identitas,” ujarnya.
Baca juga: Prabowo Respons Kabar Titiek Soeharto Maju Caleg DPR RI Lewat Gerindra
3. Dede Oetomo (69)
Dede Oetomo adalah pendiri dan pengurus Yayasan GAYa NUSANTARA, yang telah mengkampanyekan kesetaraan dan kesejahteraan gender dan minoritas seksual di Indonesia sejak tahun 1987.
Sebelumnya, Dede aktif di Lambda Indonesia, yang digambarkannya sebagai “organisasi gay pertama” di Indonesia.
Berasal dari Pasuruan, Jawa Timur, ayah Dede memiliki nama Indonesia untuknya sejak tahun 1964 dan menggambarkan keluarganya sebagai "kebarat-baratan".