Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Wagasa atau Karakasa atau payung tradisional Jepang ternyata tidak bisa dipakai sembarangan termasuk oleh pesumo biasa.
"Wagasa memiliki nilai ritual yang tinggi di Jepang, bahkan pesumo Jepang pun tak boleh pakai sembarangan kecuali mereka yang berada di atas makushita, atau pesumo ranking kelas atas, dan payung barat digunakan untuk tahap ketiga dan di bawahnya," ungkap ahli payung tradisional Jepang, Kotaro Nishibori baru-baru ini.
Ada berbagai aspek budaya Jepang, seperti manisan dan kimono Jepang, yang masih ada sampai sekarang, sementara yang lain telah hilang seiring berjalannya waktu.
Salah satunya payung tradisional Jepang (Wagasa) di mana kesempatan untuk melihatnya dalam kehidupan sehari-hari sangat kecil, dan sudah cukup langka untuk diposisikan sebagai kerajinan tradisional.
Baca juga: Bicara di Depan Mahasiswa Jepang, CEO OpenAI akan Bertanggungjawab Jika Terjadi Kesalahan pada AI
Padahal payung Jepang menarik perhatian mancanegara karena keterampilan dan keindahannya, serta digunakan untuk keperluan lain seperti dekorasi interior.
Apa itu payung Jepang?
Saat hari hujan masyarakat biasanya menggunakan payung barat daripada payung Jepang.
Rangka payung barat terbuat dari logam, dan sebagian besar terbuat dari katun, nilon, poliester, sutra, dan kain tahan air lainnya.
Sedangkan rangka payung Jepang terbuat dari bahan bambu.
Rangkanya dilapisi dengan kertas tradisional Jepang, dan permukaannya diresapi dengan minyak agar tahan air.
Payung Barat mulai menyebar di Jepang setelah periode Meiji, dan sebelumnya payung Jepang sudah umum digunakan.
Tidak diketahui kapan payung diperkenalkan ke Jepang, tetapi dikatakan bahwa seseorang di era Kimmei (539-571) memperkenalkan payung tersebut, yang merupakan payung Buddha, dan disebut 'karakasa' sejak pertama kali diperkenalkan.
Umumnya diyakini bahwa payung ini awalnya adalah payung gaya buka/tutup, dan disebut Karaguri Kasa (Karakuri identik dengan Kakakuri), oleh karena itu disingkat menjadi 'Karakuri'.
Baca juga: Ragam Kuliner Tradisional di Indonesia, Ada Jajanan hingga Minuman Kesehatan