News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PBB Tegaskan Pembakaran Alquran adalah Penistaan Agama dan Wujud Ujaran Kebencian

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salwan Momika memprotes di luar masjid di Stockholm pada 28 Juni 2023, saat libur Idul Adha. Momika, 37, yang melarikan diri dari Irak ke Swedia beberapa tahun lalu, mendapat izin dari polisi Swedia untuk membakar kitab suci umat Islam selama demonstrasi. (Photo by Jonathan NACKSTRAND / AFP)

TRIBUNNEWS.COM - Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) berdiskusi terkait masalah proteksi beragama dan hak berpendapat dalam pertemuan mendesak yang digelar atas permintaan dari Pakistan.

Dikutip dari dw.com, Pakistan dan negara lainnya tergerak untuk mengambil tindakan lantaran meningkatnya aksi kebencian terhadap agama yang terencana.

Menurut mereka, publik semakin khawatir imbas dari penistaan terhadap Alquran yang terjadi terus-menerus di beberapa negara Eropa dan negara lainnya.

Menteri Luar Negeri Pakistan, Bilawal Bhutto-Zardari dalam sebuah video yang ditujukan kepada anggota dewan PBB mengungkapkan, aksi seperti pembakaran Alquran adalah wujud hasutan kebencian dan memprovokasi kekerasan.

"Kita perlu melihat masalah ini apa adanya, yakni hasutan kebencian, agama, diskriminasi, dan upaya untuk memprovokasi aksi kekerasan," kata Zardari.

Senada dengan Zardari, Komisaris Tinggi HAM untuk PBB, Volker Turk turut mengecam tindakan penistaan agama.

Baca juga: Pimpinan MPR RI Kecam Keras Pembakaran Alquran di Swedia

Tak hanya pembakaran Alquran, Turk turut mengecam tindakan Islamopobia hingga penargetan kepada kelompok-kelompok minoritas.

"Ujaran dan tindakan penghasutan terhadap umat Islam, Islamopobia, antisemitisme, serta tindakan dan ujaran yang menargetkan umat Kristen atau kelompok-kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Baha'i, atau Yazidi adalah bentuk penghinaan terhadap agama."

"Tindakan-tindakan tersebut menyinggung, tidak bertanggung jawab dan salah," katanya.

Alhasil, TurkĀ  meminta agar ujaran kebencian harus dilawan lewat sosialisasi, dialog, dan edukasi dengan melibatkan antar umat beragama.

Turk pun menilai aksi seperti pembakaran Alquran bukan wujud kebebasan ekspresi, tetapi menjurus ekspresi penghinaan dan justru mendorong perpecahan di antara orang-orang.

Ia melihat hal tersebut didukung dengan kekuatan media sosial yang dianggapnya semakin meruncingkan ujaran kebencian.

"Didukung oleh kekuatan pasang surut media sosial dan dalam konteks meningkatnya perselisihan dan polarisasi internasional serta nasional, ujaran kebencian dalam berbagai bentuk semakin meningkat di mana-mana," tegasnya.

Baca juga: Pembakaran Alquran di Swedia, Fadli Zon Sebut DPR akan Layangkan Nota Protes kepada Parlemen

Turk turut menambahkan bahwa ujaran kebencian berbahaya dan justru memecah kohesi sosial.

"Itu berbahaya bagi individual dan merusak kohesi sosial yang diperlukan untuk berfungsinya semua masyarakat dengan baik," jelasnya.

Kebebasan Berbicara Harus Sebanding dengan Kebebasan Beragama

Salwan Momika memprotes di luar masjid di Stockholm pada 28 Juni 2023, saat libur Idul Adha. Momika (37) yang melarikan diri dari Irak ke Swedia beberapa tahun lalu, mendapat izin dari polisi Swedia untuk membakar kitab suci umat Islam selama demonstrasi. (Photo by Jonathan NACKSTRAND / AFP) (AFP/JONATHAN NACKSTRAND)

Insiden yang paling menjadi sorotan adalah di Swedia pada 28 Juni 2023 lalu, ketika Alquran dibakar di sebuah masjid di Stockholm yang menyulut kecaman dari umat muslim di dunia.

Pakistan dan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) berharap adanya resolusi terkait insiden pembakaran Alquran pada Selasa atau pekan ini.

Turk pun menegaskan, di luar konteks hukum atau kepercayaan pribadi, orang-orang harus saling menghormati satu sama lain.

Pemerintah sayap kanan Swedia mengutuk aksi Islamophobia tersebut tetapi di sisi lain ia mengungkapkan bahwa pemerintah harus menjamin secara konstitusi terkait kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berdemonstrasi.

Baca juga: Ratusan Personel Polisi Amankan Demo PA 212 di Kedubes Swedia soal Pembakaran Alquran

Terkait hal ini, Turk pun mengungkapkan bahwa perumusan kebebasan berpendapat dan berekspresi harus dirumuskan sedemikian rupa.

"Setiap batasan nasional terhadap hak yang lebih besar atas kebebasan berpendpat dan kebebasan berekspresi wajib dirumuskan sedemikian rupa sehinggga satu-satunya tugas dan satu-satunya hasil adalah dapat melindungi individu dan bukannya melindungi doktrin agama dari analisis kritis," katanya.

Turk pun memperingatkan terkait meningkatnya gelombang ujaran kebencian dan telah mencatat bahwa individu terus menerus dihina karena agama, warna kulit, atau orientasi seksual mereka.

Media sosial, katanya, memicu konflik nasional dan internasional serta polarisasi.

Dia menegaskan bahwa beberapa kelompok masyarakat masih berjuang melawan penyalahgunaan agama untuk tujuan politik.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini