Ahmad Alloush mengatakan ia hanya ingin berdemonstrasi menentang pembakaran Alquran.
Ia mengaku, dirinya membuat orang-orang marah karena berita dirinya yang berencana membakar Taurat dan Alkitab di Stockholm.
“Saya membuat orang marah, tapi mereka bisa bahagia sekarang," guraunya.
Ahmad Alloush mengatakan dia berasal dari Suriah tapi telah tinggal di Swedia selama delapan tahun dan berbasis di kotamadya Borås barat daya.
Pembakaran Alquran di Swedia
Baca juga: Pembakar Al-Quran di Swedia Sebut akan Ulangi Aksinya 10 Hari Lagi di Depan Kedutaan Irak
Protes itu terjadi dua minggu setelah Salwan Momika, seorang pengungsi Irak, membakar Alquran di depan masjid Stockholm selama Hari Raya Idul Adha 2023.
Polisi Stockholm menekankan, sesuai dengan undang-undang Swedia, mereka memberikan izin bagi orang untuk mengadakan pertemuan publik dan bukan untuk kegiatan yang dilakukan selama itu.
“Polisi tidak mengeluarkan izin untuk membakar berbagai teks agama. Polisi mengeluarkan izin untuk mengadakan pertemuan publik dan menyampaikan pendapat,” kata Carina Skagerlind, petugas pers kepolisian Stockholm, dikutip dari MM News.
Ada sedikit dukungan populer untuk pembakaran kitab suci di Swedia dan tidak ada minat politik untuk acara itu.
Kebebasan Berpendapat di Swedia Jadi Sorotan
Citra global Swedia telah rusak setelah pembakaran baru-baru ini, karena pemerintah di beberapa negara Muslim mengutuk keputusan untuk membiarkan pembakaran terjadi.
Kementerian luar negeri Swedia mengutuk tindakan tersebut sebagai Islamofobia.
"Pembakaran Alquran, atau teks suci lainnya, adalah tindakan ofensif dan tidak sopan serta provokasi yang jelas. Ekspresi rasisme, xenofobia, dan intoleransi terkait tidak memiliki tempat di Swedia atau Eropa," tulis Kementerian luar negeri Swedia dalam pernyataan resmi.
Jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan atas nama penyiar televisi nasional Swedia, SVT, menunjukkan mayoritas orang Swedia mendukung larangan pembakaran teks agama di depan umum.