Salah satu bentuk pertahanan tersebut adalah ladang ranjau yang tersebar di sepanjang garis depan di wilayah timur dan selatan.
Baca juga: Pertahanan Rusia Masih Tangguh, Tank-Tank Ukraina yang Dipasok Barat Rontok Kena Ranjau
Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley mengatakan bulan lalu bahwa ini adalah masalah terbesar yang harus diselesaikan Ukraina, yang juga menjadi penyebab utama jatuhnya korban di antara pasukan Kyiv.
Antara garis pertahanan Rusia saat ini dan ranjau yang tertinggal dari fase awal perang, Ukraina otomatis menjadi negara yang paling banyak memiliki ranjau di dunia.
Beberapa pejabat menyatakan bahwa lebih dari 40 persen wilayah negara itu mungkin terkontaminasi.
Butuh waktu berabad-abad untuk membersihkan semua bahan peledak dengan biaya puluhan miliar dolar.
Beberapa pengamat bahkan memprediksi ranjau itu mungkin tidak akan pernah sepenuhnya dibersihkan.
Menyingkirkan ranjau ini adalah proses yang melelahkan dan mematikan, sering kali dilakukan oleh para sappers, insinyur tempur yang ditugaskan mulai dari membangun jembatan hingga membersihkan ladang ranjau.
Salah satu dari sappers adalah Oleksandr.
Baca juga: Ukraina Akui Rusia Unggul dalam Perang, Ladang Ranjau dan Kurang Senjata Jadi Halangan
Ia memimpin tim kecil pencari ranjau di sekitar Kyiv dan wilayah lain di Ukraina utara.
Daerah itu sempat berada di bawah pendudukan Rusia selama minggu-minggu dan bulan-bulan awal perang.
Meski kini sudah dibebebaskan dari Rusia, daerah itu masih penuh dengan ranjau, persenjataan yang belum meledak, dan jebakan.
Pada April 2022 lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan bahwa tentara Rusia yang mundur di utara pada saat itu telah meninggalkan ranjau di mana-mana, menciptakan "bencana total".
"Mereka menabur ranjau di seluruh wilayah. Mereka menabur ranjau di rumah, peralatan, bahkan mayat orang yang terbunuh," katanya dalam pidato kebangsaan.
"Ada banyak kabel sandungan, banyak bahaya lainnya."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)