Saat Pejabat Rusia Cueki Perintah Vladimir Putin Soal Mercedes Benz dan Apple
TRIBUNNEWS.COM - Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, perang terhadap Ukraina tampaknya bukan semata perang bom dan adu senjata, tapi juga perang eksistensial.
Dukungan Barat terhadap Ukraina, dianggap sebagai rencana berbahaya untuk "memotong-motong" dan menaklukkan Moskow.
Karena itu, dalam perang yang makin intensif melawan Ukraina plus para negara Barat, Vladimir Putin mengeluarkan perintah terkait dengan budaya dan sosial, melarang segala macam yang terkait Barat di Rusia.
Baca juga: Serangan Balik Ukraina ke Rusia Gagal, Zelensky Punya 2 Pilihan Mustahil: Menyerah atau Kalah Telak
Perintah Putin itu termasuk melarang penggunaan kata-kata asing, memerintahkan pejabatnya untuk menghentikan penggunaan mobil buatan asing, dan melarang mereka menggunakan teknologi Barat—termasuk perangkat Apple.
Namun sejauh ini, perintah Putin sepertinya tidak terlaksana atau bahkan tidak dilaksanakan kalau tidak mau disebut dicueki.
Mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev misalnya, pada minggu ini terlihat tiba di sebuah acara dalam konvoi kendaraan buatan luar negeri.
Medvedev sendiri mengendarai Mercedes Benz mewah di belakang konvoi tersebut.
Laporan terbaru outlet Verstka menunjukkan kalau insiden ini bukan satu-satunya yang terjadi.
Organisasi media independen bulan ini, mengungkapkan bahwa lembaga pemerintah Rusia mengalokasikan lebih dari 53 juta rubel (570.000 dolar AS) untuk pengadaan mobil asing.
Ironisnya, ini terjadi hanya satu minggu setelah perintah Putin yang menginstruksikan para pejabat untuk berhenti menggunakan produk dan teknologi Barat.
Media oposisi lain di Rusia, Agentstvo, pekan ini juga menerbitkan laporan yang merinci bagaimana pejabat di kementerian pertahanan Rusia, kementerian pertanian, dan perusahaan teknologi Rusia, Rostec, kesemuanya masih menggunakan produk Apple.
Penggunaan perangkat Apple mulai dari komputer hingga telepon seluler ini terjadi meskipun ada larangan yang sudah dikeluarkan pada Juli karena kekhawatiran kalau pemerintah Barat dapat 'menyusup' melalui perangkat-perangkat tersebut.
"Penolakan, atau ketidakmampuan, pejabat Rusia untuk menghormati perintah anti-Barat Putin tersebut terjadi pada momen politik yang sensitif bagi sang "bos"," tulis ulasan Newsweek.
Perang mahal Kremlin di Ukraina tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, dan kekuatan Barat tidak menunjukkan keinginan untuk mengurangi sanksi yang telah mengisolasi ekonomi Rusia.
Hal itu berimbas pada merosotnya nilai tukar Rubel yang terjun bebas, dan upaya Moskow selama puluhan tahun untuk menciptakan "benteng ekonomi " hanya berhasil secara terbatas di sektor tertentu.
"Ditambah adanya pemberontakan Grup Wagner —dan kekhawatiran atas reaksi yang dianggap lemah dari otoritas Rusia terhadap pemberontakan itu—posisi Putin di atas kleptokrasi Kremlin mungkin tidak seaman dulu," tulis ulasan tersebut.
Benteng Ekonomi Rusia
Moskow telah menghabiskan waktu bertahun-tahun mencoba mengembangkan produk dan teknologi buatan sendiri untuk alternatif pengganti barang-barang asing.
"Ketergantungan Rusia pada teknologi Barat merupakan masalah praktis dan politis; kelemahan ekonomi dan simbol inferioritas teknologi Rusia," kata ulasan Newsweek.
Sanksi Barat dan pelarian modal membuat banyak produk tidak lagi dapat diakses di pasar Rusia.
"Perintah untuk berhenti menggunakan mobil asing dan produk Apple akan sulit diterapkan, karena di pasar Anda tidak dapat menemukan banyak alternatif," kata Oleg Ignatov, analis senior lembaga think tank Crisis Group, dilansir Newsweek.
Adapun pasar mobil Rusia saat ini berada dalam kondisi yang sangat sulit.
Tahun lalu adalah kondisi terburuk industri otomotif Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet.
Hal itu ditandai menurunnya produksi hingga 67 persen, merujuk data yang diterbitkan oleh layanan statistik federal Rusia, Rosstat.
Produsen dalam negeri tampaknya tidak dapat mengisi kekosongan produk di pasar atas keputusan perusahaan asing yang angkat kaki dari Rusia saat invasi terjadi ke Ukraina.
"Banyak perusahaan asing, perusahaan asing Barat dan perusahaan asing Korea, mereka meninggalkan pasar Rusia," kata Ignatov.
"Jika Anda ingin membeli mobil murah, Anda akan membeli mobil Korea, tapi sekarang tidak mungkin. Jadi, mobil utama di pasar Rusia saat ini adalah China."
"Masalahnya adalah mereka (industri otomotif Rusia) tidak memproduksi cukup banyak mobil," kata Ignatov tentang pabrikan Rusia.
"Dan pejabat biasanya membutuhkan mobil dengan standar khusus, mobil kelas bisnis. Rusia hampir tidak memproduksi mobil seperti itu. Bahkan jika pejabat harus menggunakannya, tidak mungkin menemukan mobil seperti itu."
“Cepat atau lambat, mereka akan melokalkan produksi mobil China di Rusia, atau mungkin mobil Iran,” kata Ignatov.
Rusia juga tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar telekomunikasi modern, kata Ignatov.
Meskipun Moskow dapat memproduksi telepon pintar, Moskow tidak memiliki sistem operasi mandiri yang efektif.
"Mereka tidak punya banyak pilihan," kata Ignatov.
"Mereka harus menggunakan smartphone dengan Android atau dengan sistem operasional China. Rusia mencoba memproduksi sistem operasionalnya sendiri—disebut Aurora, dan ini adalah sistem operasional Rusia—tetapi masih tidak berhasil."
Minggu ini, regulator telekomunikasi Rusia, Roskomnadzor mengatakan sistem Aurora membutuhkan investasi $3,2 miliar sebelum dapat digunakan.
"Perintah ini, seperti halnya pesanan mobil, akan sangat sulit dilaksanakan, karena mereka hampir tidak punya alternatif," kata Ignatov.
"Varian Rusia sangat mahal. Itu perlu dikembangkan. Dan itu berarti jika mereka menyingkirkan iPhone, mereka akan menggunakan sistem operasional China."
Piramida yang Terguncang
Selama beberapa dekade, Vladimir Putin secara hati-hati mencegah munculnya pemimpin baru bagi Rusia.
Bahkan saat ini, 18 bulan saat perang yang menguras biaya, tampaknya hanya ada sedikit indikasi bahwa elite Rusia bersedia untuk bergerak melawannya, terlepas dari banyaknya keluhan yang mereka laporkan.
Adapun pemberontakan Wagner pada bulan Juni tidak ditujukan kepada Putin.
Yevgeny Prigozhin berniat untuk menggeser saingannya di Kementerian Pertahanan—yaitu Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov.
"Namun guncangan kudeta yang berumur pendek tampaknya telah mengguncang fondasi "negara mafia" Putin," tulis ulasan Newsweek.
Seperti yang dikatakan Kanselir Jerman Olaf Scholz: "Saya percaya dia lemah karena ini menunjukkan bahwa struktur kekuasaan otokratis memiliki celah di dalamnya dan dia tidak berada di pelana seperti yang selalu dia tegaskan."
Hal yang juga perlu diperhatikan adalah lambatnya tanggapan otoritas Rusia terhadap pemberontakan tersebut.
Awalnya terkejut, beberapa personel militer, keamanan, dan intelijen kemudian dilaporkan ragu-ragu untuk mendukung Kremlin, bahkan ketika pasukan Wagner mengepung ibu kota.
"Masalah Wagner tidak akan hilang. Putin mengecam "pengkhianatan" Prigozhin, tetapi dengan cepat setuju untuk memberikan amnesti kepada pemodal Wagner dan para pejuangnya sebagai ganti pengasingan mereka di Belarusia di bawah pengawasan Presiden Alexander Lukashenko," kata ulasan tersebut.