Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, NAIROBI - Pemerintah Indonesia menandatangani 14 Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kenya dalam kunjungan dua hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Nairobi, Kenya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan Presiden Jokowi telah melakukan serangkaian pertemuan bilateral dengan Presiden Kenya, William Ruto, dimana Kenya adalah mitra penting Indonesia di Afrika sub-Sahara.
"Kunjungan ke Kenya adalah kunjungan kenegaraan pertama Presiden RI dalam 44 tahun hubungan kedua negara," kata Retno, Selasa (22/8/2023).
Retno menjabarkan tiga MoU dari Pemerintah masing-masing adalah kerja sama di bidang energi, kerja sama di bidang mining and geology dan kerja sama di bidang farmasi.
Baca juga: Jokowi: Indonesia Bisa Jadi Pintu Masuk Perdagangan Kenya ke ASEAN
Sementara 11 MoU dan kesepakatan baik yang dilakukan oleh BUMN maupun yang dilakukan oleh swasta.
Beberapa di antaranya 2 MoU geothermal di pihak Indonesia dilakukan oleh Pertamina Geothermal Energy; 1 MoU kerja sama sektor hulu migas oleh Pertamina; 2 MoU untuk penetrasi produk farmasi Indonesia dilakukan oleh Biofarma dan 1 lainnya dilakukan oleh Combiphar.
Selain itu kedua negara juga meneken 1 MoU terkait dukungan pemenuhan kebutuhan daging untuk dalam negeri; 1 MoU terkait joint venture untuk perkebunan, refinery dan pemasaran kelapa sawit dan turunannya; 1 MoU terkait joint investment untuk pengembangan industry tekstil.
Indonesia dan Kenya juga meneken 1 MoU terkait eksplorasi dan pembangunan pertambangan di Kenya dan 1 Non-Disclosure Agreement (NDA) terkait kerja sama eksplorasi upstream migas oleh Pertamina.
Kedua negara juga menyepakati satu Letter of intent (LoI) antar pemerintah terkait promosi dan fasilitasi investasi.
Retno mengatakan Indonesia dan Kenya memiliki kedekatan historis sebagai sesama anggota Gerakan Non-Blok yang mewarisi Bandung Spirit.
Oleh sebab itu Presiden Jokowi mengajak Kenya untuk memperkokoh kembali Bandung Spirit dengan memajukan kolaborasi negara-negara Global South.
"Sudah saatnya suara dan kepentingan negara berkembang lebih didengar, termasuk kepentingan untuk melakukan lompatan pembangunan untuk kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat negara-negara berkembang," ujar Retno.