Partai-partai sayap kanan mendorong pelarangan tersebut, sedangkan partai-partai sayap kiri menyuarakan keprihatinan terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan Muslim.
Sementara, pada 2010, Prancis melarang penggunaan cadar di depan umum.
Aturan itu sempat memicu kemarahan komunitas Muslim Prancis yang berjumlah lima juta orang.
Prancis telah memberlakukan larangan ketat terhadap tanda-tanda keagamaan di sekolah sejak abad ke-19.
Ini termasuk simbol-simbol Kristen seperti salib besar, dalam upaya untuk mencegah pengaruh Katolik terhadap pendidikan publik.
"Sekolah Republik dibangun berdasarkan nilai-nilai yang kuat, sekularisme adalah salah satunya. Saat Anda memasuki ruang kelas, Anda seharusnya tidak bisa mengidentifikasi agama muridnya," kata Gabriel Attal kepada wartawan TV Prancis, TF1, Minggu (27/8/2023).
“Saya umumkan bahwa (siswa) tidak boleh lagi memakai abaya di sekolah,” katanya.
Larangan pada abaya ini mengikuti laporan peningkatan jumlah anak perempuan yang mengenakan pakaian Islami di sekolah-sekolah Prancis.
Hal itu dianggap sebagai tren yang melanggar nilai sekuler di Prancis, menurut beberapa orang.
“Sekulerisme berarti kebebasan untuk membebaskan diri melalui sekolah,” kata Attal kepada TF1.
(Tribunnews.com/Deni, Yunita)