TRIBUNNEWS.COM - Seorang peneliti di Parlemen Inggris telah ditangkap berdasarkan Undang-undang Rahasia Negara.
Sosok tersebut diduga melakukan kegiatan mata-mata untuk Tiongkok.
Dilansir BBC, polisi telah mengonfirmasi dua pria, satu berusia 20-an dan satu lagi berusia 30-an, ditangkap berdasarkan tindakan mata-mata pada bulan Maret 2023.
The Guardian menambahkan, pria berusia 20-an itu ditangkap pada 13 Maret di Edinburgh, pada hari yang sama dengan tersangka lainnya, seorang pria berusia 30-an, ditahan di Oxfordshire.
Baca juga: Prabowo Bakal Perkuat TNI AL Dengan Kapal Selam Penyelamat Canggih Buatan Inggris
Pencarian terhadap dua terduga dilakukan di sebuah pemukiman di London timur.
Keduanya ditahan karena dicurigai melakukan pelanggaran berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Rahasia Negara, terkait dengan dugaan tindakan yang merugikan keselamatan atau kepentingan negara.
Mereka diberi jaminan hingga awal Oktober. Salah satu dari mereka adalah peneliti parlemen yang terlibat dalam masalah hubungan internasional.
Sunday Times melaporkan bahwa peneliti tersebut memiliki akses ke beberapa anggota parlemen Konservatif.
Hal tersebut memungkinkannya mengakses sebagian wilayah Westminster tanpa pengawalan.
Akibat kejadian itu, para anggota parlemen mengatakan ada kebutuhan untuk memperketat prosedur penerbitan izin tersebut.
Beberapa anggota parlemen menyatakan kemarahannya karena pria tersebut dilaporkan dapat bekerja dengan sejumlah anggota parlemen senior.
Baca juga: Kali Kedua Peluncuran Satelit Mata-mata Korea Utara Gagal, Ada Masalah dengan Roket
Beberapa di antaranya sekarang menjadi menteri, dalam masalah urusan luar negeri, termasuk hubungan dengan Tiongkok.
"Parlemen bisa jadi seperti saringan," kata seorang anggota parlemen dikutip dari The Guardian.
"Masih mudah untuk mendapatkan sponsor untuk mendapatkan izin, dan ada berbagai kelompok parlemen yang melakukannya," tuturnya.
Pada akhir kunjungannya ke KTT G20 di India, Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, secara pribadi menantang perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, atas tuduhan tersebut.
"Saya jelas tidak dapat mengomentari secara spesifik penyelidikan yang sedang berlangsung," kata Rishi Sunak dilansir The Guardian.
"Namun, sehubungan dengan pertemuan saya dengan Perdana Menteri Li, apa yang saya katakan secara spesifik adalah bahwa saya menyampaikan berbagai kekhawatiran berbeda yang kami miliki di berbagai bidang."
"Ketidaksepakatan, dan khususnya, kekhawatiran saya yang sangat kuat mengenai campur tangan apa pun dalam demokrasi parlementer kita, yang jelas tidak dapat diterima," tuturnya.
Pertemuan tersebut tidak dijadwalkan, tetapi dikonfirmasi pada Minggu (10/9/2023) pagi setelah berita penangkapan tersebar.
Masalah ini adalah hal pertama yang diangkat Sunak selama pertemuan 20 menit mereka, dan Li Qiang menjawab bahwa kedua negara memiliki "perbedaan pendapat".
Sunak, yang kembali ke Inggris pada hari Minggu, kemungkinan akan menghadapi panggilan untuk pertanyaan mendesak di DPR pada hari Senin (11/9/2023) tentang insiden tersebut.
Beberapa anggota parlemen secara pribadi menyampaikan kekhawatiran tentang potensi peran Alicia Kearns, anggota parlemen Konservatif yang mengetuai komite urusan luar negeri, dan Tom Tugendhat, menteri keamanan.
Baca juga: Polandia Tangkap Dua Warga Rusia Atas Tuduhan Mata-mata dan Propaganda Grup Wagner
Keduanya sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah yang berkaitan dengan Tiongkok dan sangat kritis terhadap Beijing.
Terduga mata-mata tersebut diketahui pernah melakukan kontak dengan keduanya, meski hanya sebentar, dan dalam kasus Tugendhat, pertemuan terjadi sebelum ia menjadi menteri.
"Meskipun saya menyadari kepentingan publik, kita semua mempunyai kewajiban untuk memastikan pekerjaan apa pun yang dilakukan pihak berwenang tidak terancam," kata Alicia Kearns.
Pengungkapan mata-mata ini berisiko memicu pertikaian baru di dalam partai Konservatif mengenai kebijakan hubungan dengan Beijing, setelah James Cleverly menjadi menteri luar negeri pertama dalam lima tahun yang mengunjungi Tiongkok bulan lalu.
Ia bertemu dengan serangkaian anggota senior pemerintah Tiongkok.
Sebelum kunjungan Menteri Luar Negeri tersebut, sebuah laporan dari komite Kearns mengatakan bahwa Inggris harus menangani Tiongkok dengan lebih tegas dalam hal pelanggaran hak asasi manusia dan membantu Taiwan menghalangi kemungkinan invasi.
(Tribunnews.com/Deni)