Ia bahkan disebut siap mengorbankan hubungan baik dengan Maroko demi tujuan tersebut.
Hal yang menjadi perdebatan adalah apa yang Rabat anggap sebagai kurangnya dukungan Prancis terhadap klaim kedaulatannya atas Sahara barat, yang merupakan isu nasional di Maroko.
Aljazair mendukung Front Polisario, sebuah kelompok yang mencari kemerdekaan di wilayah gurun.
Pada 2017, Macron melanggar tradisi dengan menjadikan Maroko, bekas protektorat Prancis, dan bukan Aljazair sebagai kunjungan kenegaraan Afrika utara pertamanya sebagai presiden.
Namun hubungan keduanya menjadi dingin sejak saat itu.
Pada tahun 2021, perang visa meletus setelah Prancis mengatakan akan membatasi visa bagi warga Maroko, Aljazair, dan Tunisia.
Kecuali negara-negara tersebut setuju untuk menerima kembali migran, yang dipandang sebagai penghinaan yang disengaja.
Pada tahun yang sama, Paris menuduh Rabat mencoba memata-matai Macron melalui ponselnya setelah nomor tersebut ditemukan dalam data proyek Pegasus, sebuah tuduhan yang dibantah raja.
Hubungan semakin memburuk tahun ini ketika Rabat menuduh Perancis berada di belakang pemungutan suara parlemen Eropa yang mengecam ancaman terhadap kebebasan pers di Maroko.
Kedua negara telah menarik duta besarnya.
(Tribunnews.com/Deni)