Pada latihan gabungan tersebut, kapal- kapal drone ini diintegrasikan dengan unit tempur, Carrier Strike Group One yang diselenggarakan di sekitar kapal induk USS Carl Vinson.
“Melalui integrasi platform tak berawak dalam operasi kami, kami terus membentuk budaya pembelajaran dan inovasi dalam Angkatan Laut kami dan dengan mitra bersama untuk memberikan keunggulan perang.” kata Laksamana Muda Carlos Sardiello, komandan Carrier Strike Group One, dalam pernyataan itu.
“Menguji dan mengintegrasikan teknologi-teknologi baru dalam lingkungan operasional dunia nyata yang penuh tuntutan sangat penting untuk memberikan masukan yang menginformasikan kemajuan kami dalam bidang ini,” tambahnya.
China Sudah Lampaui AS Produksi Kapal Selam
Eksperimen lanjutan Angkatan Laut AS terhadap USV ini terjadi di tengah dorongan Pentagon untuk melawan pertumbuhan militer Tiongkok.
Pentagon memilih kebijakan untuk mengerahkan lebih banyak drone di masa depan.
Beijing dalam beberapa tahun terakhir telah melampaui AS dalam hal jumlah kapal dan kapal selam yang dimilikinya.
China cenderung lebih cepat membuat kapal selam dibandingkan Washington, sehingga makin membuat AS tertinggal dalam hal jumlah armada.
Menghadapi masalah ini, dan meningkatnya ancaman potensi perang atas Taiwan, Pentagon pada akhir Agustus mengumumkan visi baru yang dikenal sebagai 'Replicator Initiative'.
Visi Replicator Initiative disebutkan adalah rencana AS mengerahkan ribuan sistem otonom seperti pesawat dan kapal tak berawak dalam beberapa bulan mendatang.
“Kami telah menetapkan tujuan besar bagi Replicator: untuk menerapkan sistem otonom yang dapat diatribusikan dalam skala ribuan, di berbagai domain, dalam 18 hingga 24 bulan ke depan,” kata Wakil Menteri Pertahanan Kathleen Hicks pada konferensi awal September.
Dia mengatakan cara ini akan membantu AS mengatasi keunggulan China dalam hal jumlah di mana Beijing punya keunggulan lebih banyak kapal, lebih banyak rudal, dan lebih banyak kekuatan.
“Sekarang adalah waktunya untuk melakukan peningkatan, dengan sistem yang lebih sulit direncanakan, lebih sulit diterapkan, dan lebih sulit dikalahkan dibandingkan sistem pesaing potensial,” kata Hicks.
“Dan kami akan melakukannya sambil tetap teguh pada pendekatan kami yang bertanggung jawab dan etis terhadap AI dan sistem otonom, dimana Departemen Pertahanan telah menjadi pemimpin dunia selama lebih dari satu dekade,” katanya.
(oln/BI/*/)