NATO Bisa Puyeng, Rusia Galak Soal Minyak, Bidik Rp 1.841 Triliun Saat Kurangi Diskon Minyak per Barel
TRIBUNNEWS.COM - Rusia sepertinya sudah memiliki kerangka solusi untuk melawan dampak embargo yang diterapkan negara Barat dan G7 atas penjualan minyak mentah mereka.
Dilaporkan, Pemerintah Rusia berencana untuk terus mengurangi diskon minyak mentah campuran, Ural yang menjadi andalan Rusia, ke patokan (acuan indikator harga) Brent.
Kabar Rusia akan mengurangi diskon harga minyak mentah Ural mereka itu dilaporkan harian bisnis RBK Senin (25/9/2023) mengutip rancangan anggaran federal untuk tahun 2024-26.
Baca juga: Rusia Vs NATO, Siapa Menang Jika Perang Terbuka Pecah? Ini Perbandingan Kekuatan Militernya
Menurut laporan tersebut, diskon diperkirakan akan turun secara bertahap dari $20 per barel saat ini menjadi $6 pada tahun 2026.
Tahun depan, diskon akan menjadi $15 per barel dan pada tahun 2025 diperkirakan menjadi $10.
Bikin Pusing NATO
Moskow telah mengubah cara mereka menilai harga minyak mentah untuk tujuan perpajakan setelah penerapan embargo Uni Eropa terhadap pembelian minyak Rusia pada bulan Desember.
Penjualan minyak mentah Rusia juga dihajar pembatasan harga oleh negara-negara G7.
Langkah ini bertujuan untuk mengimbangi dampak penurunan harga minyak mentah Ural terhadap pendapatan anggaran.
Harga Ural kadang lebih rendah sekitar $35 hingga $40 per barel dibandingkan harga indikator Brent.
Langkah ini juga akan membuat pusing negara NATO yang sejak awal berniat memangkas pendapatan Rusia lewat embargo pembelian minyak mentah dalam rangka meminimalisir kemampuan perang Moskow saat menginvasi Ukraina.
Diketahui, sebelum invasi, negara-negara barat yang terhimpun di NATO merupakan konsumen utama minyak mentah Ural Rusia.
Negara NATO seperti Belanda, Jerman, Polandia, Italia, Prancis, dan Belgia masuk dalam 10 besar pembeli minyak mentah Rusia, bahkan setelah invasi dilakukan pada Fenruari 2023.
Negara Barat kemudian beralih ke negara-negara Asia penghasil minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan mereka demi memangkas pendapatan Rusia.
Adapun Rusia, di tengah sanksi dan embargo, tetap mendapat kucuran penjualan karena China dan India, menjadi dua negara yang dengan senang hati membeli minyak 'berdiskon' dari Moskow.
Pengurangan diskon harga minyak Rusia ini diprediksi juga akan mempengaruhi nilai inflasi dunia.
Bidik Rp 1.841 Triliun
Pada bulan Juli, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani amandemen undang-undang dalam kode pajak untuk sektor energi untuk mengurangi diskon minyak mentah Ural ke Brent dari $25 per barel menjadi $20 mulai bulan September.
Menurut RBK, perubahan yang direncanakan dalam diskon ini akan memungkinkan anggaran Rusia mengumpulkan tambahan 860,9 miliar rubel ($8,9 miliar) pada tahun depan, $9,7 miliar lagi pada tahun 2025, dan tambahan $8,9 miliar pada tahun 2026.
Akibatnya, pemasukan dari minyak dan gas akan meningkat.
Pendapatan Rusia diproyeksikan sebesar $92 miliar pada tahun 2023, diperkirakan akan melonjak menjadi $119 miliar atau setara Rp 1.841 triliun pada tahun 2026.
Pemerintah Rusia juga dilaporkan sedang mengembangkan indikator harga Rusia sendiri, yang akan dihitung berdasarkan perdagangan di St. Petersburg International Mercantile Exchange (SPIMEX).
"Ini dijadwalkan beroperasi mulai awal tahun 2024 dan juga akan digunakan untuk menghitung pajak minyak," menurut RBK.
(oln/rbk/RT/*)