Sebelumnya, pihak berwenang Thailand menyatakan tiga orang tewas dalam penembakan tersebut.
Namun, Direktur Pusat Layanan Darurat Bangkok, Dr. Yutthana Setthanan, mengatakan kepada wartawan bahwa dia awalnya diberitahu bahwa jumlah korban tewas adalah tiga orang, namun kemudian diklarifikasi bahwa satu orang tewas.
Belakangan, BBC melaporkan, korban tewas bertambah satu orang sehingga total ada dua orang tewas karena aksi penrmbakan tersebut.
Yutthana mengatakan, korban meninggal dunia di mal tersebut dan diyakini merupakan warga negara Tiongkok, seraya menambahkan bahwa tidak ada anak di antara korban yang meninggal atau terluka.
Di antara tujuh orang yang ditembak di mal, satu orang tewas, dan lima orang luka berat, kata Yutthana, seraya menambahkan bahwa warga negara Thailand dan orang asing termasuk di antara yang terluka.
Tingginya Tingkat Kepemilikan Senjata
Kepemilikan senjata di Thailand tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Lebih dari 10,3 juta warga sipil memegang senjata api di Thailand, atau sekitar 15 senjata untuk setiap 100 orang, menurut data tahun 2017 dari Small Arms Survey (SAS) yang berbasis di Swiss.
Sekitar 6,2 juta senjata tersebut terdaftar secara legal, menurut SAS.
Thailand merupakan negara dengan kasus pembunuhan bersenjata tertinggi kedua setelah Filipina di Asia Tenggara, menurut Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di database Global Burden of Disease 2019 Universitas Washington.
Namun penembakan massal di negara ini jarang terjadi.
Pada Oktober 2022, setidaknya 36 orang tewas dalam serangan senjata dan pisau di sebuah pusat penitipan anak di timur laut Thailand.
Pembantaian di provinsi Nong Bua Lamphu diyakini sebagai insiden paling mematikan di negara tersebut.
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin menyampaikan “belasungkawa sedalam-dalamnya” kepada keluarga mereka yang tewas dalam penembakan tersebut.
“Saya ingin memberikan dukungan saya kepada keluarga korban meninggal dan semua orang yang terluka,” tulis perdana menteri di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.