Para pekerja IT itu menghasilkan jutaan dolar setahun dari gaji mereka untuk mendukung program senjata Korea Utara.
Dalam beberapa kasus, para pekerja Korea Utara juga menyusup ke jaringan komputer dan mencuri informasi dari perusahaan yang mempekerjakan mereka, kata Departemen Kehakiman.
Baca juga: Korea Utara Masukkan Senjata Nuklir di UU, Kim Jong Un Ingin Lawan Ancaman AS
Mereka juga mendapatkan akses untuk skema peretasan dan pemerasan di masa depan, kata badan tersebut.
Para pejabat tidak menyebutkan nama perusahaan yang secara tidak sadar mempekerjakan pekerja Korea Utara, menyebutkan kapan praktik tersebut dimulai, atau menjelaskan bagaimana penyelidik mengetahui hal tersebut.
Namun, otoritas federal telah mengetahui skema ini "selama beberapa waktu."
Pada bulan Mei 2022, Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, dan FBI mengeluarkan peringatan mengenai upaya warga Korea Utara untuk mendapatkan pekerjaan sambil menyamar sebagai warga negara non-Korea Utara.
Dilaporkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, rezim Kim Jong Un meningkatkan fokus pada pendidikan dan pelatihan dalam mata pelajaran yang berhubungan dengan teknologi informasi.
John Hultquist, kepala intelijen ancaman di perusahaan keamanan siber Mandiant, mengatakan penggunaan pekerja lepas IT oleh Korea Utara untuk membantu mendanai program senjata telah dilakukan selama lebih dari satu dekade.
Apalagi upaya tersebut mendapat dorongan dari pandemi COVID-19.
Korea Utara juga menggunakan pekerja di bidang lain untuk menyalurkan uang untuk program senjata, kata Hultquist.
Namun, gaji yang lebih tinggi di bidang teknologi memberikan sumber daya yang lebih menguntungkan.
Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat saat Korea Utara melakukan uji coba lebih dari 100 rudal sejak awal tahun 2022.
Amerika Serikat kemudian memperluas latihan militernya bersama sekutu-sekutunya di Asia, sebagai respons balasan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)