TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan sanksi Barat terhadap Rusia menjadi bumerang dan merugikan negara-negara yang memberlakukannya.
“Selama beberapa tahun terakhir, pihak-pihak yang disebut sebagai mitra kami telah mengadopsi paket sanksi yang tak terhitung jumlahnya, yang mencoba untuk menghukum kami," kata Putin dalam pertemuan pemerintah pada Rabu (1/11/2023).
"Namun, pada akhirnya ini adalah hal yang sangat jelas karena statistik menunjukkan mereka telah merugikan perekonomian mereka sendiri, pekerjaan mereka sendiri,” lanjutnya.
Pemimpin Rusia tersebut mendesak para pejabat untuk bersiap menghadapi lebih banyak sanksi Barat dan mewaspadai potensi tindakan sabotase dari luar negeri.
“Karena potensi agresi sanksi terhadap kami telah terkuras habis, hal ini mungkin akan diikuti dengan sabotase nyata terhadap lokasi infrastruktur penting,” kata Putin memperingatkan, dikutip dari Tasnim News.
Baca juga: Putin Tuduh Ukraina Dalangi Kerusuhan Warga Anti-Israel di Dagestan
“Kami ingat apa yang terjadi dengan Nord Stream,” tambahnya, mengacu pada pipa kembar bawah laut yang dibangun untuk menyalurkan gas alam dari Rusia ke Jerman, yang dibom pada September 2022.
Jerman, Swedia dan Denmark telah melarang Rusia melakukan penyelidikan atas insiden itu, yang sejauh ini gagal membuahkan hasil apa pun.
Jurnalis Amerika Serikat (AS), Seymour Hersh, menuduh AS melakukan serangan itu.
Kemudian, kata Seymour Hersh, beberapa media Barat menyebarkan narasi alternatif dan malah menyalahkan kelompok radikal Ukraina.
Rusia Bertahan dari Sanksi Barat dan AS
Baca juga: Putin Sempat Dirumorkan Meninggal, Intelijen Ukraina Sebut Rusia Memang Sengaja Sebar Gosip
AS dan sebagian besar sekutu Baratnya telah memberlakukan sanksi besar-besaran kepada Rusia sebagai tanggapan atas operasi militernya di Ukraina, yang menargetkan sektor keuangan, energi, dan sektor lainnya milik Rusia.
Menteri Keuangan Rusia, Anton Sinualov, pada Oktober lalu mengatakan, perekonomian Rusia telah berhasil menyesuaikan diri dengan tekanan luar dan menemukan cara untuk menggantikan hubungan dagang yang hilang.
Sementara itu, negara-negara Eropa sedang bergulat dengan melonjaknya inflasi.
Inflasi di sejumlah negara Eropa itu memicu pemogokan dan protes terhadap tingginya biaya hidup di beberapa negara bagian, termasuk Inggris, Perancis dan Jerman.
Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, mengatakan awal tahun ini, kebijakan sanksi UE tidak berhasil dengan alasan blok Eropa justru menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)