TRIBUNNEWS.COM -- Kengototan zionis Israel melakukan invasi daratnya di Jalur Gaza bakalan merembet ke Yerusalem.
Hal ini diungkapkan oleh sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, menanggapi penyerangan membabi-buta negara Yahudi ke wilayah yang disengketakan tersebut.
Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obeida, dalam pidato audionya mengatakan, penyerangan di Jalur Gaza akan menimbulkan konsekuensi di Yerusalem Barat.
Baca juga: Hamas Komentari AS yang Ingin Bentuk Pemerintahan di Jalur Gaza jika Israel Menang
Yerusalem dikenal sebagai kota suci tiga agama yaitu Islam, Yahudi dan Kristen.
Di kota tersebut ada Masjidil Aqsa, gereja dan rumah tempat lahirnya Yesus Kristus atau Isa Almasih serta ada tembok ratapan dan dipercaya sebagai tanah yang dijanjikan kaum Yahudi.
“Gaza akan menjadi kutukan sejarah bagi Israel,” kata juru bicara kelompok militan tersebut, Abu Obeida, dalam pidato audio, kantor berita tersebut melaporkan.
Dia juga mengatakan kepada Israel bahwa akan ada banyak korban di antara pasukannya, dan menambahkan bahwa lebih banyak tentara Israel akan “kembali dalam tas hitam.”
Sejauh ini, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah mengonfirmasi tewasnya 17 tentaranya dalam operasi yang sedang berlangsung.
Sebelumnya pada hari Kamis, juru bicara IDF Daniel Hagari, mengatakan pasukan Israel telah mengepung sepenuhnya kota Gaza di bagian utara daerah kantong tersebut.
“Tentara Israel telah menyelesaikan pengepungan kota Gaza, pusat organisasi teror Hamas,” katanya kepada wartawan.
Baca juga: Korban Tewas dalam Perang Israel-Hamas Kini Capai 9.061 Orang
Militer Israel juga mengesampingkan gagasan gencatan senjata dalam waktu dekat.
“Konsep gencatan senjata saat ini sama sekali tidak dibahas,” kata Hagari ketika ditanya tentang masalah tersebut.
Yerusalem Barat telah menghadapi tekanan yang semakin besar dari PBB dan kelompok-kelompok kemanusiaan untuk melakukan gencatan senjata di tengah meningkatnya jumlah korban jiwa warga sipil Gaza dan ketakutan akan penyebaran konflik ke seluruh wilayah Timur Tengah.
Berbicara pada hari Rabu, Presiden AS Joe Biden tidak menyerukan penghentian permusuhan sepenuhnya, dan malah mendesak “jeda kemanusiaan”.