Sebanyak 16 dari 35 rumah sakit di Gaza terpaksa berhenti beroperasi karena jumlah orang terluka terus meningkat, sedangkan bahan bakar sulit didapatkan.
Ketika kondisi di Gaza semakin memburuk dan jumlah korban tewas terus meningkat, seruan untuk mengakhiri pertempuan semakin meningkat.
Pada akhir Oktober 2023, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan suara terbanyak untuk mendukung gencatan senjata.
Tetapi, baik Israel maupun sekutu terkuatnya, Amerika Serikat (AS), menolak seruan tersebut.
Mereka mengatakan, berakhirnya pertempuran akan memberikan waktu bagi Hamas untuk berkumpul kembali.
Baca juga: Sejarah Panjang Konflik Israel-Palestina, Genosida yang Bermula dari Pencurian Tanah
Tetapi, baru-baru ini, Presiden AS, Joe Biden, menyerukan jeda sejenak agar bantuan kemanusiaan dapat disalurkan ke Gaza, namun Israel kurang menunjukkan antusiasme terhadap gagasan ini.
Terpisah, warga Palestina khawatir serangan tidak akan berakhir karena Israel masih terus membombardir Gaza tanpa henti.
"Apakah kamu menikmati film horor ini?" kata warga kamp pengungsi al-Shati, Zak Hania, kepada para pemimpin dunia dalam sebuah wawancara dengan AlJazeera.
"Berapa banyak orang yang perlu mati, (perlu) dibunuh, demi rakyatnya, demi dunia, agar para pemimpin dunia bisa bergerak untuk melakukan sesuatu?"
"Kami meminta gencatan senjata. Kami semua adalah warga sipil," tutur dia.
Rumah Sakit di Gaza Terus Diserang
Pesawat tempur Israel terus menyerang rumah sakit di Gaza
Setelah pemadaman komunikasi dan jaringan lainnya pada Minggu (5/11/2023), Kompleks Medis Nasser, yang memiliki empat rumah sakit, mengalami serangan tidak langsung dan langsung dari rudal Israel.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya delapan warga tewas dalam serangan itu dan puluhan lainnya luka-luka.
Kompleks medis tersebut berisi Rumah Sakit Anak Al-Nasser, Rumah Sakit Khusus Rantisi, Rumah Sakit Mata, dan Rumah Sakit Jiwa.