TRIBUNNEWS.COM, GAZA - Di tengah gelombang pengungsi ribuan warga sipil Palestina yang terjadi di Gaza sepanjang Rabu, 8 November 2023 kemarin, Qatar sedang menengahi negosiasi untuk membebaskan 12 sandera yang ditahan oleh Hamas dengan imbalan dihentikannya gempuran Israel di Gaza untuk jeda kemanusiaan selama tiga hari.
“Pembicaraan berkisar pada pembebasan 12 sandera, setengahnya adalah warga Amerika, dengan imbalan jeda kemanusiaan selama tiga hari untuk memungkinkan Hamas melepaskan sandera dan memberi Mesir waktu yang lebih lama untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan,” kata sumber Hamas.
“Ada ketidaksepakatan mengenai periode waktu dan di sekitar utara Jalur Gaza, yang menyaksikan operasi tempur ekstensif. Qatar sedang menunggu tanggapan Israel," sebutnya.
Menurut sumber Hamas dan Mesir seperti dikutip Reuters dan AFP menyatakan, negosiasi terus berlanjut antara Israel dan kelompok Palestina Hamas, yang dimediasi oleh Qatar melalui koordinasi dengan Amerika Serikat, untuk 10 sampai 15 tawanan Hamas yang akan dibebaskan dan dibarter dengan imbalan jeda pertempuran selama beberapa hari.
Laporan pada hari Rabu, yang mengutip sumber anonim yang mengetahui perundingan tersebut, mengatakan, rincian seputar prospek kesepakatan masih belum pasti.
“Jumlah pastinya masih belum jelas pada tahap ini,” kata sumber anonim kepada Reuters, yang menyebutkan jumlah tawanan yang bisa dibebaskan antara 10 dan 15 orang.
AFP mengutip sumber yang dekat dengan Hamas yang mengatakan bahwa perundingan tersebut “berputar pada pembebasan 12 sandera, setengah dari mereka adalah warga Amerika, dengan imbalan jeda kemanusiaan selama tiga hari”.
“Ada banyak pembicaraan yang terjadi, banyak negosiasi yang sedang berlangsung,” kata Alan Fisher dari Al Jazeera.
Baca juga: Segini Budget yang Dikeluarkan Israel untuk Menembakan Satu Rudal Pencegat Iron Dome ke Roket Hamas
“Ditambah lagi, Anda harus menambahkan hal ini: [Perdana Menteri Israel] Benjamin Netanyahu mengatakan tidak akan ada gencatan senjata kecuali semua tawanan dibebaskan. Dan itu adalah pernyataan yang penting, terutama karena dia telah berbicara dengan [Presiden AS] Joe Biden dalam beberapa kesempatan.”
Qatar telah menjadi pemain kunci dalam perundingan yang menjamin pembebasan sekitar 240 tawanan Hamas, dan yang terbaru merundingkan penyerahan empat tawanan.
“Ini adalah berita bagus. Hal ini terjadi setelah adanya komunikasi antara Washington dan Tel Aviv selama 48 jam terakhir. Saya pikir ada upaya besar yang dilakukan Amerika dalam hal penyanderaan,” peneliti Mahjoob Zweiri, dari Universitas Qatar, kepada Al Jazeera.
Baca juga: Israel Akui Sulit Kalahkan Hamas, Mereka Punya Labirin Terowongan Bawah Tanah di Seluruh Gaza
Meskipun ada diskusi mengenai “jeda taktis dalam pertempuran”, Fisher mengatakan bahwa hal ini juga ditepis oleh Netanyahu 24 jam yang lalu, ketika ia mengatakan bahwa gencatan senjata hanya akan ada ketika semua tawanan dibebaskan.
Netanyahu “akan mendapat tekanan di Israel jika ada kemungkinan untuk membebaskan bahkan beberapa tawanan, jika ada semacam kesepakatan yang dapat dilakukan untuk membebaskan para tawanan tersebut, namun negosiasi tersebut masih terus berlanjut – belum ada yang konkret saat ini, ” Fisher melaporkan.
Mengutip sumber keamanan Mesir, Reuters menyatakan bahwa jeda pertempuran selama 24-48 jam, atau penyempitan zona utama pertempuran, diperkirakan akan terjadi pada minggu depan dengan imbalan pembebasan beberapa sandera.
Dalam pidatonya di televisi Al-Aqsha hari Rabu kemarin, Abu Obaida, juru bicara sayap bersenjata Hamas mengatakan, satu-satunya cara untuk menjamin pembebasan penuh para tawanan adalah melalui “pertukaran tahanan secara menyeluruh atau bertahap.”
Juru bicara Brigade Qassam mengatakan kelompok tersebut menahan tawanan perempuan, orang sakit dan lanjut usia serta warga sipil lainnya, namun menekankan bahwa Israel juga menahan orang-orang yang sama di penjara mereka.
Baca juga: Cegah Iran Gabung Perang, Pasukan Khusus Rangers Inggris Berlatih di Lebanon dan Bersiap Masuk Gaza
“Masalah ini tidak dapat diselesaikan kecuali melalui perdagangan dalam masing-masing kategori ini [tahanan dan tawanan] atau melalui proses komprehensif yang mencakup semua orang,” tambahnya.
Hamas saat ini menawan lebih dari 240 orang, termasuk tentara Israel dan warga sipil serta orang asing, sejak Hamas melakukan serangan ke wilayah Israel pada 7 Oktober yang menurut klaim pihak berwenang Israel menewaskan lebih dari 1.400 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Dalam serangan itu, Hamas berhasil menyandera warga Israel di kota-kota di Israel selatan.
Hamas menyerukan pertukaran tahanan, menuntut Israel membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel di Israel dan Tepi Barat yang diduduki.
Di Israel, kelompok keluarga dengan orang-orang tercinta yang ditawan di Gaza telah menekan Netanyahu untuk mempertimbangkan kesepakatan tersebut, yang mereka sebut sebagai “semua untuk semua”.
Gelombang Pengungsi Warga Gaza Utara
Di Gaza, Israel terus menggiring warga Palestina keluar dari wilayah Gaza utara yang telah terkepung kendaraan lapis baja Israel. Gelombang pengungsi warga Gaza berjalan kaki menuju selatan, sepanjang Rabu kemarin.
Para pengungsi Palestina, sebagian diantaranya adalah perempuan dan anak-anak berisiko terjebak peperangan antara Hamas dan Israel. Israel sendiri terus membombardir bagian tengah dan selatan Gaza yang menjadi daerah kantong pengungsi Palestina saat konflik Hamas-Israel memasuki bulan kedua awal November ini.
Serangan udara jet tempur Israel menghantam rumah-rumah di kamp pengungsi Palestina Nusseirat pada Rabu pagi, 8 November 2023 menewaskan 18 orang. Di Khan Younis, enam orang tewas dalam serangan udara, termasuk diantaranya korban perempuan.
“Kami sedang duduk dengan damai ketika tiba-tiba serangan udara F-16 mendarat di sebuah rumah dan meledakkannya, seluruh blok, tiga rumah bersebelahan,” ungkap Mohammed Abu Daqa, saksi pengungsi warga Palestina.
“Warga sipil, semuanya warga sipil. Seorang wanita tua, seorang pria tua, dan masih banyak lagi yang hilang di bawah reruntuhan,” sebutnya.
Ribuan warga sipil lainnya masih berada di wilayah utara yang dikepung, termasuk rumah sakit utama Al-Shifa di Kota Gaza, tempat pengungsi Umm Haitham Hejela berlindung bersama anak-anaknya yang masih kecil di tenda darurat.
“Situasinya semakin buruk dari hari ke hari,” katanya.
“Tidak ada makanan, tidak ada air. Ketika anak saya pergi mengambil air, dia mengantri selama tiga atau empat jam. Mereka menyerang toko roti, kami tidak punya roti,” ungkapnya.
Para pejabat PBB dan negara-negara G7 meningkatkan seruan jeda kemanusiaan dalam perang Hamas-Israel demi membantu meringankan penderitaan warga sipil di Gaza, di mana seluruh lingkungan telah dihancurkan oleh pemboman Israel dan persediaan kebutuhan pokok hampir habis.
“Penting…penting untuk membuat Israel memahami bahwa melihat gambaran buruk dari kebutuhan kemanusiaan rakyat Palestina setiap hari bertentangan dengan kepentingannya,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
“Kondisi itu tidak membantu Israel dalam kaitannya dengan opini publik global,” sebutnya.
Para pejabat Palestina mengatakan sebanyak 10.569 orang warga Palestina tewas sejak Israel melakukan gempuran ke wilayah Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu.
Dari para korban meninggal, sebanyak 40 persen di antaranya adalah anak-anak. Tingkat kematian dan penderitaan “sulit untuk diperkirakan,” sebut juru bicara badan kesehatan PBB Christian Lindmeier.
Sumber: Arab News dan Anadolu