“Itu hanya membuat kami ketakutan.”
Mengobati luka dan mendokumentasikan tragedi
Haq mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ketika pemboman dimulai, dia dan staf lainnya berlindung di ruang bawah tanah rumah sakit. Jadwal kerja harian mereka berfluktuasi sesuai dengan kebutuhan signifikan staf dan pasien.
“Beberapa hari saya bekerja dari jam 11 pagi sampai jam 4 sore keesokan harinya dan hanya tidur beberapa jam semampu saya. Suatu hari, saya tidur dari jam 7 pagi sampai jam 8 pagi dan kemudian mulai lagi, ”katanya.
Pada tahun 2011, MER-C menggalang donasi untuk membangun Rumah Sakit Indonesia, yang diresmikan secara resmi pada tahun 2016 oleh Wakil Presiden Indonesia saat itu, Jusuf Kalla.
Staf MER-C secara teknis adalah relawan kemanusiaan medis. Kini, salah satu peran utama mereka adalah mendokumentasikan orang sakit dan terluka yang datang ke rumah sakit dan memantau serangan di sekitar fasilitas tersebut.
Haq dan rekan-rekannya juga membantu perawatan medis, terutama ketika situasi terus memburuk dan dokter di rumah sakit dibanjiri pasien dari daerah sekitar.
“Pada Rabu pekan lalu, saat pasien dilarikan ke rumah sakit, kami membantu mengobati luka ringan karena jumlah dokter tidak cukup untuk menangani seluruh pasien,” ujarnya.
Meskipun Indonesia telah berupaya mengevakuasi beberapa warga negaranya di Gaza, Haq mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia tidak akan menjadi salah satu dari mereka.
"Insya Allah saya dan dua relawan MER-C lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di Jalur Gaza," ujarnya.
“Kami sangat mengapresiasi Kementerian Luar Negeri RI yang membantu mengevakuasi WNI dari Gaza, tapi itu keputusan kami,” ujarnya tentang memilih tetap di Gaza.
“Kami berharap dapat terus membantu warga Gaza untuk mendapatkan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan, serta merawat mereka di Rumah Sakit Indonesia. Itu adalah motivasi kami untuk terus maju.”
Al Jazeera tidak dapat menghubungi Haq sejak tengah malam pada hari Jumat. (Al Jazeera)