TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 50 orang tewas dan puluhan lainnya terluka ketika pesawat tempur Israel menargetkan sebuah masjid di lingkungan Sabra di pusat Jalur Gaza, Press TV melaporkan.
Serangan itu dilakukan di waktu salat, ketika masjid dipenuhi para jemaah, lapor media Palestina, WAFA, pada Rabu (15/11/2023) malam.
Sementara itu, serangan Israel lainnya terhadap menara telekomunikasi di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan menewaskan sedikitnya satu anak.
Israel telah mendorong warga Palestina untuk pindah dari Gaza utara ke selatan demi keselamatan mereka sendiri.
Tetapi, warga Palestina mengatakan Israel mengebom di mana-mana, termasuk di selatan hingga tidak ada tempat yang aman lagi.
Sejauh ini, setidaknya 11.500 warga Palestina, termasuk 4.710 anak-anak dan 3.160 perempuan, telah terbunuh.
Baca juga: Korps Garda Revolusi Iran Tunggu Aba-aba Khamenei untuk Berperang di Gaza, tapi Harapkan Jalan Lain
Sekitar 32.000 orang lainnya terluka sejak 7 Oktober 2023, ketika Israel menyatakan perang terhadap Hamas.
Juga pada hari Rabu, kepala Departemen Ortopedi di Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, yang digeledah oleh pasukan Israel sehari sebelumnya, mengatakan buldoser dan tank Israel menyerbu rumah sakit tersebut, dan menghancurkan beberapa bagian bangunan.
Sebelumnya, Ahmed al-Makhalati, kepala Unit Luka Bakar di RS Al-Shifa, juga mengumumkan buldoser telah masuk ke rumah sakit melalui pintu masuk selatan.
Ia mengatakan mereka telah mulai menggali bagian-bagian rumah sakit dan menghancurkan kendaraan.
Menurut Kantor Informasi Pemerintahan Palestina yang berbasis di Gaza, pasukan Israel menembaki siapa pun yang mencoba meninggalkan rumah sakit.
Dikatakan rumah sakit itu telah berubah menjadi “kuburan sungguhan”.
Berbicara kepada jaringan televisi Al Jazeera Qatar, Khaled Abu Samra, salah satu dokter rumah sakit tersebut, mengatakan reservoir air di RS Al-Shifa telah habis.
Sang dokter juga membantah klaim bahwa tentara Israel telah memberikan bantuan medis ke fasilitas tersebut.
“Perpindahan antar gedung Kompleks al-Shifa sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan hilangnya nyawa siapa pun yang mencoba melakukannya,” katanya.
Israel menuduh rumah sakit tersebut merupakan “pusat komando” milik Hamas, tuduhan yang dibantah keras oleh kelompok perlawanan Palestina.
Baca juga: Sheikh Naim Qassem Bersumpah Lenyapkan Israel jika Berani Usir Warga Palestina dari Jalur Gaza
Hamas telah meminta PBB untuk membentuk tim investigasi untuk membantah tuduhan Tel Aviv mengenai rumah sakit tersebut.
Update Perang Israel-Hamas
Berikut situasi terkini di Jalur Gaza, dikutip dari Al Jazeera.
- Gaza terus diserang militer Israel selama 41 hari berturut-turut.
Dalam semalam, muncul laporan kematian warga Palestina di seluruh Jalur Gaza.
Namun PBB kini mengatakan bahwa hanya ada satu rumah sakit di Gaza utara yang mampu menerima pasien.
- Pasukan Israel terus beroperasi di Rumah Sakit al-Shifa.
Semakin sulit untuk menghubungi ratusan staf medis, pengungsi dan pasien – beberapa di antaranya adalah bayi prematur – yang masih berada di dalam rumah sakit itu.
Muncul laporan yang belum terkonfirmasi mengenai interogasi terhadap warga Palestina dan pembatasan pergerakan mereka.
Saat ini Israel berupaya menemukan bukti adanya markas besar Hamas yang telah beroperasi di al-Shifa.
Baca juga: Benarkah Israel Bangun Benteng Rahasia di Bawah Al-Shifa, RS Terbesar di Gaza?
- Presiden AS Joe Biden terus mendukung Israel, meskipun tidak ada bukti adanya pusat komando dan kendali Hamas di RS Al-Shifa.
Dia mengatakan AS mempunyai intelijennya sendiri, tapi tidak memberitahu intelijen yang mana.
- Pada hari Rabu (15/11/2023), setelah lebih dari sebulan konflik di mana lebih dari 11.000 warga Palestina dan 1.200 warga Israel tewas, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan perpanjangan jeda kemanusiaan dan pembebasan tawanan yang ditahan di Gaza.
AS abstain dalam pemungutan suara pada resolusi tersebut.
Resolusi itu tidak menyebutkan kata ‘gencatan senjata’.
Israel telah menolak keputusan Dewan Keamanan yang mengikat secara hukum tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)