Rising Tide - yang mengorganisir aksi tersebut - menyebutnya sebagai "tindakan pembangkangan sipil terbesar terhadap iklim dalam sejarah Australia".
Protes tersebut terjadi hanya beberapa hari menjelang COP28, pertemuan puncak perubahan iklim global tahunan, yang dimulai di Dubai pada hari Kamis.
Rising Tide mengatakan pihaknya ingin pemerintahan Anthony Albanese mengenakan pajak atas ekspor batu bara termal dan membatalkan proyek bahan bakar fosil baru.
Baca juga: Aktivis Iklim Semprotkan Cat Oranye di Gedung Bersejarah di Berlin
Australia telah lama dianggap sebagai negara yang lamban dalam perubahan iklim.
Namun setelah memangku kekuasaan, Albanese berjanji "bergabung dengan upaya global" untuk mengurangi emisi.
Sejak itu, pemerintahannya telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 43 persen pada tahun 2030.
Bisa dibilang, angka ini naik dari komitmen negara sebelumnya yakni sebesar 26-28 persen.
Perbedaan tersebut setara dengan menghilangkan emisi dari seluruh sektor transportasi atau pertanian Australia.
Tanggapan Amnesty Internasional
Kejadian ini tak luput dari perhatian Amnesty Internasional.
Organisasi itu pun menaanggapi penangkapan ratusan aktivis iklim di Australia oleh pihak berwajib.
Meskipun sangat menyedihkan melihat hasil seperti ini setelah protes damai mengenai krisis iklim beberapa hari sebelum COP28, namun juga sangat menginspirasi melihat kreativitas, kecerdikan dan solidaritas para pengunjuk rasa yang menggunakan kayak untuk menentang tidak adanya tindakan terkait perubahan iklim, kata Amnesty Internasional di situs webnya.
Baca juga: Polisi India Jerat Aktivis Iklim Dengan Tuduhan Makar
"Masyarakat tidak akan tinggal diam ketika gejolak iklim mengancam masa depan mereka," kata peneliti Pasifik dari Amnesty International, Kate Schuetze.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)